Senin, 13 Juni 2011

UGA Siliwangi

Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang :
“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin.”

Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!

Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!

Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!

Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!

Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa diteemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan berlebihan kalau bicara.

Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.

Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.

Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!

Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.

Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.

Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.

Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya. Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.

Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.

Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.
Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.

Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!

Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.

Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.

Bait Terakhir Ramalan JAYA BAYA

polahe wong Jawa kaya gabah diinteri
endi sing bener endi sing sejati
para tapa padha ora wani
padha wedi ngajarake piwulang adi
salah-salah anemani pati

tingkah laku orang Jawa seperti gabah ditampi
mana yang benar mana yang asli
para pertapa semua tak berani
takut menyampaikan ajaran benar
salah-salah dapat menemui ajal

141.
banjir bandang ana ngendi-endi
gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni
gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni
marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti

banjir bandang dimana-mana
gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur
karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya

142.
pancen wolak-waliking jaman
amenangi jaman edan
ora edan ora kumanan
sing waras padha nggagas
wong tani padha ditaleni
wong dora padha ura-ura
beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha

sungguh zaman gonjang-ganjing
menyaksikan zaman gila
tidak ikut gila tidak dapat bagian
yang sehat pada olah pikir
para petani dibelenggu
para pembohong bersuka ria
beruntunglah bagi yang lupa,
masih beruntung yang ingat dan waspada

143.
ratu ora netepi janji
musna kuwasa lan prabawane
akeh omah ndhuwur kuda
wong padha mangan wong
kayu gligan lan wesi hiya padha doyan
dirasa enak kaya roti bolu
yen wengi padha ora bisa turu

raja tidak menepati janji
kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya
banyak rumah di atas kuda
orang makan sesamanya
kayu gelondongan dan besi juga dimakan
katanya enak serasa kue bolu
malam hari semua tak bisa tidur

144.
sing edan padha bisa dandan
sing ambangkang padha bisa
nggalang omah gedong magrong-magrong

yang gila dapat berdandan
yang membangkang semua dapat
membangun rumah, gedung-gedung megah

145.
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes
akeh wong mati kaliren gisining panganan
akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara

orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habis
banyak orang mati kelaparan di samping makanan
banyak orang berharta namun hidupnya sengsara

146.
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil
sing ora abisa maling digethingi
sing pinter duraka dadi kanca
wong bener sangsaya thenger-thenger
wong salah sangsaya bungah
akeh bandha musna tan karuan larine
akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe

orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil
yang tidak dapat mencuri dibenci
yang pintar curang jadi teman
orang jujur semakin tak berkutik
orang salah makin pongah
banyak harta musnah tak jelas larinya
banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab

147.
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret
sakilan bumi dipajeki
wong wadon nganggo panganggo lanang
iku pertandhane yen bakal nemoni
wolak-walike zaman

bumi semakin lama semakin sempit
sejengkal tanah kena pajak
wanita memakai pakaian laki-laki
itu pertanda bakal terjadinya
zaman gonjang-ganjing

148.
akeh wong janji ora ditepati
akeh wong nglanggar sumpahe dhewe
manungsa padha seneng ngalap,
tan anindakake hukuming Allah
barang jahat diangkat-angkat
barang suci dibenci

banyak orang berjanji diingkari
banyak orang melanggar sumpahnya sendiri
manusia senang menipu
tidak melaksanakan hukum Allah
barang jahat dipuja-puja
barang suci dibenci

149.
akeh wong ngutamakake royal
lali kamanungsane, lali kebecikane
lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak
akeh anak mundhung biyung
sedulur padha cidra
keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh
manungsa lali asale

banyak orang hamburkan uang
lupa kemanusiaan, lupa kebaikan
lupa sanak saudara
banyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya
antar saudara saling berbohong
antar keluarga saling mencurigai
kawan menjadi musuh
manusia lupa akan asal-usulnya

150.
ukuman ratu ora adil
akeh pangkat jahat jahil
kelakuan padha ganjil
sing apik padha kepencil
akarya apik manungsa isin
luwih utama ngapusi

hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil
tingkah lakunya semua ganjil
yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu
lebih mengutamakan menipu

151.
wanita nglamar pria
isih bayi padha mbayi
sing pria padha ngasorake drajate dhewe

wanita melamar pria
masih muda sudah beranak
kaum pria merendahkan derajatnya sendiri

Bait 152 sampai dengan 156 tidak ada (hilang dan rusak)

157.
wong golek pangan pindha gabah den interi
sing kebat kliwat, sing kasep kepleset
sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik
sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati
nanging sing ngawur padha makmur
sing ngati-ati padha sambat kepati-pati

tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi
yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset
yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit
yang angkuh menengadah, yang takut malah mati
namun yang ngawur malah makmur
yang berhati-hati mengeluh setengah mati

158.
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing
akeh wong injir, akeh centhil
sing eman ora keduman
sing keduman ora eman

cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit
ikut orang Jawa yang sadar
yang tidak sadar was-was
berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh
yang tetap tinggal dibenci
banyak orang malas, banyak yang genit
yang sayang tidak kebagian
yang dapat bagian tidak sayang

159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun
sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah
apengawak manungsa
apasurya padha bethara Kresna
awatak Baladewa
agegaman trisula wedha
jinejer wolak-waliking zaman
wong nyilih mbalekake,
wong utang mbayar
utang nyawa bayar nyawa
utang wirang nyaur wirang

selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun
(sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)
akan ada dewa tampil
berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
berwatak seperti Baladewa
bersenjata trisula wedha
tanda datangnya perubahan zaman
orang pinjam mengembalikan,
orang berhutang membayar
hutang nyawa bayar nyawa
hutang malu dibayar malu

160.
sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa
ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener
lawase pitung bengi,
parak esuk bener ilange
bethara surya njumedhul
bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lantur
iku tandane putra Bethara Indra wus katon
tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa

sebelumnya ada pertanda bintang pari
panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur
lamanya tujuh malam
hilangnya menjelang pagi sekali
bersama munculnya Batara Surya
bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut
itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak
datang di bumi untuk membantu orang Jawa

161.
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan
wetane bengawan banyu
andhedukuh pindha Raden Gatotkaca
arupa pagupon dara tundha tiga
kaya manungsa angleledha

asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur
sebelah timurnya bengawan
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda

162.
akeh wong dicakot lemut mati
akeh wong dicakot semut sirna
akeh swara aneh tanpa rupa
bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis
tan kasat mata, tan arupa
sing madhegani putrane Bethara Indra
agegaman trisula wedha
momongane padha dadi nayaka perang
perange tanpa bala
sakti mandraguna tanpa aji-aji

banyak orang digigit nyamuk,
mati banyak orang digigit semut, mati
banyak suara aneh tanpa rupa
pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar
tak kelihatan, tak berbentuk
yang memimpin adalah putra Batara Indra,
bersenjatakan trisula wedha
para asuhannya menjadi perwira perang
jika berperang tanpa pasukan
sakti mandraguna tanpa azimat

163.
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang

bergelar pangeran perang
kelihatan berpakaian kurang pantas
namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak
yang menyembah arca terlentang
cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan

164.
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti
mumpuni sakabehing laku
nugel tanah Jawa kaping pindho
ngerahake jin setan
kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda
landhepe triniji suci
bener, jejeg, jujur
kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong

putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ngelmu)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan
seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur
didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong

165.
pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta

tiap bulan Sura sambutlah kumara
yang sudah tampak menebus dosa
dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua
warisannya Gatotkaca sejuta

166.
idune idu geni
sabdane malati
sing mbregendhul mesti mati
ora tuwo, enom padha dene bayi
wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada
garis sabda ora gentalan dina,
beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira
tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa
nanging inung pilih-pilih sapa

ludahnya ludah api
sabdanya sakti (terbukti)
yang membantah pasti mati
orang tua, muda maupun bayi
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi
garis sabdanya tidak akan lama
beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya
tidak mau dihormati orang se tanah Jawa
tetapi hanya memilih beberapa saja

167.
waskita pindha dewa
bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira
pindha lahir bareng sadina
ora bisa diapusi marga bisa maca ati
wasis, wegig, waskita,
ngerti sakdurunge winarah
bisa pirsa mbah-mbahira
angawuningani jantraning zaman Jawa
ngerti garise siji-sijining umat
Tan kewran sasuruping zaman

pandai meramal seperti dewa
dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda
seolah-olah lahir di waktu yang sama
tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati
bijak, cermat dan sakti
mengerti sebelum sesuatu terjadi
mengetahui leluhur anda
memahami putaran roda zaman Jawa
mengerti garis hidup setiap umat
tidak khawatir tertelan zaman

168.
mula den upadinen sinatriya iku
wus tan abapa, tan bibi, lola
awus aputus weda Jawa
mung angandelake trisula
landheping trisula pucuk
gegawe pati utawa utang nyawa
sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan
sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda

oleh sebab itu carilah satria itu
yatim piatu, tak bersanak saudara
sudah lulus weda Jawa
hanya berpedoman trisula
ujung trisulanya sangat tajam
membawa maut atau utang nyawa
yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain
yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan

169.
sirik den wenehi
ati malati bisa kesiku
senenge anggodha anjejaluk cara nistha
ngertiyo yen iku coba
aja kaino
ana beja-bejane sing den pundhuti
ateges jantrane kaemong sira sebrayat

pantang bila diberi
hati mati dapat terkena kutukan
senang menggoda dan minta secara nista
ketahuilah bahwa itu hanya ujian
jangan dihina
ada keuntungan bagi yang dimintai
artinya dilindungi anda sekeluarga

170.
ing ngarsa Begawan
dudu pandhita sinebut pandhita
dudu dewa sinebut dewa
kaya dene manungsa
dudu seje daya kajawaake kanti jlentreh
gawang-gawang terang ndrandhang

di hadapan Begawan
bukan pendeta disebut pendeta
bukan dewa disebut dewa
namun manusia biasa
bukan kekuatan lain diterangkan jelas
bayang-bayang menjadi terang benderang

171.
aja gumun, aja ngungun
hiya iku putrane Bethara Indra
kang pambayun tur isih kuwasa nundhung setan
tumurune tirta brajamusti pisah kaya ngundhuh
hiya siji iki kang bisa paring pituduh
marang jarwane jangka kalaningsun
tan kena den apusi
marga bisa manjing jroning ati
ana manungso kaiden ketemu
uga ana jalma sing durung mangsane
aja sirik aja gela
iku dudu wektunira
nganggo simbol ratu tanpa makutha
mula sing menangi enggala den leluri
aja kongsi zaman kendhata madhepa den marikelu
beja-bejane anak putu

jangan heran, jangan bingung
itulah putranya Batara Indra
yang sulung dan masih kuasa mengusir setan
turunnya air brajamusti pecah memercik
hanya satu ini yang dapat memberi petunjuk
tentang arti dan makna ramalan saya
tidak bisa ditipu
karena dapat masuk ke dalam hati
ada manusia yang bisa bertemu
tapi ada manusia yang belum saatnya
jangan iri dan kecewa
itu bukan waktu anda
memakai lambang ratu tanpa mahkota
sebab itu yang menjumpai segeralah menghormati,
jangan sampai terputus, menghadaplah dengan patuh
keberuntungan ada di anak cucu

172.
iki dalan kanggo sing eling lan waspada
ing zaman kalabendu Jawa
aja nglarang dalem ngleluri wong apengawak dewa
cures ludhes saka braja jelma kumara
aja-aja kleru pandhita samusana
larinen pandhita asenjata trisula wedha
iku hiya pinaringaning dewa

inilah jalan bagi yang ingat dan waspada
pada zaman kalabendu Jawa
jangan melarang dalam menghormati orang berupa dewa
yang menghalangi akan sirna seluruh keluarga
jangan keliru mencari dewa
carilah dewa bersenjata trisula wedha
itulah pemberian dewa

173.
nglurug tanpa bala
yen menang tan ngasorake liyan
para kawula padha suka-suka
marga adiling pangeran wus teka
ratune nyembah kawula
angagem trisula wedha
para pandhita hiya padha muja
hiya iku momongane kaki Sabdopalon
sing wis adu wirang nanging kondhang
genaha kacetha kanthi njingglang
nora ana wong ngresula kurang
hiya iku tandane kalabendu wis minger
centi wektu jejering kalamukti
andayani indering jagad raya
padha asung bhekti

menyerang tanpa pasukan
bila menang tak menghina yang lain
rakyat bersuka ria
karena keadilan Yang Kuasa telah tiba
raja menyembah rakyat
bersenjatakan trisula wedha
para pendeta juga pada memuja
itulah asuhannya Sabdopalon
yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur
segalanya tampak terang benderang
tak ada yang mengeluh kekurangan
itulah tanda zaman kalabendu telah usai
berganti zaman penuh kemuliaan
memperkokoh tatanan jagad raya
semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi

Jika Ajal Menjemput

Sejauh ku melangkah
Setinggi ku mencapai
Sekuat ku mengangkat
Sedalam ku menggali

Sedahsyat ku berangan
Semuluk ku bercita
Sekaya ku berharta
Selantang ku teriak
Semerdu ku senandung
Sehati ku berbagi
Semesra ku bercinta
Segala ku memohon
Semua berhenti jika waktu terhenti

Goresan Hati

Sayang, bisakah kau sedikit mengurangi ribuan tanda cinta itu?

Bisakah kau tak lagi berbaik hati menyeterika bajuku saat aku terburu hendak mendahului mentari.

Bisakah kau tak lagi selalu menautkan resleting baju di punggungku, atau menalikan dua tali menjadi pita di pinggangku.

Oh, sayang, bisakah kau tak lagi mencuci saat malasku menang. Tak lagi membelikan makan saat perutku bersuara seperti genderang.

Bisakah kau tak lagi menanyakan apa yang akan kukenakan pagi ini? Saat kuberitahu, bisakah kau tak membantu mencarikan-nya di tumpukan pakaian kusut kita yang setinggi lemari?

Oh, sayang, kali ini aku serius. Bisakah kau berhenti mengambilkan minum tiapku bangun pagi? Bisakah kau berhenti meng-urut-i kaki, tangan, punggung saat lelah menggunung.
Tolong berhentilah juga mengelusi punggung dan kepala agarku lekas lelap.

Sayang, tidakkah kau mengerti?

Tolong berhenti! Karena aku takut, saat kau berhenti nanti, aku segera saja akan mati

Aku Rindu ENGKAU

Robb.."
Ketiaka Akil Balig
sejak itulah aku mengembara
lalu kuingat Kalam-MU tentang orang luka
yang menggedor langit sepanjang malam... Lihat Selengkapnya
memohon iba
Kini aku benar seperti itu

Robb,"
di tengah pengembaraan kutahu debu-debu
telah merenggut kesunyian
lalu nyanyian dara riang
dan pekik rindu sang kekasih
termakan ombak peradaban

Karena itulah Robb,
tiada lagi gadis tersipu
sekarang ini banyak gadis bicara dengan teriak
bukan ucapan sopan ajaran sekolah
dan entah berapa banyak lelaki mabuk
bercinta dengan bulan di balik semak belukar kehidupan malam

Gara-gara itu malaikat kesal
karena manusia memaksa mengores tinta busuk
di rapor kusam sejak akil balig
karena sungguh cepat mereka kenal dunia
tak tahu paut benar, juga tanda berhenti

Robb, sungguh aku tak habis pikir
kenapa semua itu terjadi
bukankah ada karma, ketika hidup runtuh
bersama terjungkalnya tanah retak
bumi bergetar dan orang khilaf semakin menengadah
ingat kealpaan mendekatkan diri ke neraka
sehingga keturunan manusia
hanya tahu rasa arang dan debu-debuan

Karena itulah Robb,
aku sungguh rindu padamu
rindu akan hidup kemarin
ketika aku dan ENGKAU bermandi cahaya
ketika badak habiskan masa liar
dan harimau jawa mendengkur di balik belukar
dan tidakkah kau dengar ada punai bernyanyi
mengiring tarian pinus seberang gunung

Robb, aku masih rindu ENGKAU
Ketika kabut memerintah aku mengembara di kala fajar
Namun belum lama aku mengembara
Ibu mentari mengajak aku pulang
Bumi pun menangis
Air mata bumi ini menjadi embun
Menetes pelan ke pucuk dedaunan
Namun ibu mentari sungguh bijak
Segera beliau hapus tangis kita dengan cahyanya

Falsafah Jawa, Kejawen dan Islam

JAWA dan kejawen seolah tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di Tanah Jawa, semasa zaman Hinduisme dan Budhisme. Dalam perkembangannya, penyebaran islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu,... bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyeranta yang baik bagi penyebarannya. Walisongo memiliki andil besar dalam penyebaran islam di Tanah Jawa. Unsur-unsur dalam islam berusaha ditanamkan dalam budaya-budaya jawa semacam pertunjukan wayang kulit, dendangan lagu-lagu jawa , ular-ular ( putuah yang berupa filsafat), cerita-cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang dikembangkan,khususnya di Kerjaan Mataram (Yogya/Solo).
Dalam pertunjukan wayang kulit yang paling dikenal adalah cerita tentang Serat Kalimasada (lembaran yang berisi mantera/sesuatu yang sakral) yang cukup ampuh dalam melawan segala keangkaramurkaan dimuka bumi. Dalam cerita itu dikisahkan bahwa si pembawa serat ini akan menjadi sakti mandraguna. Tidak ada yang tahu apa isi serat ini. Namun diakhir cerita, rahasia dari serat inipun dibeberkan oleh dalang. Isi serat Kalimasada berbunyi "Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah dan Aku bersaksi Muhammad adalah utusan-Nya" ,isi ini tak lain adalah isi dari Kalimat Syahadat.
Dalam pertunjukan wayangpun sang wali selalu mengadakan di halaman masjid, yang disekelilingnya di beri parit melingkar berair jernih. Guna parit ini tak lain adalah untuk melatih para penonton wayang untuk wisuh atau mencuci kaki mereka sebelum masuk masjid. Simbolisasi dari wudu yang disampaikan secara baik.
Dalam perkembangan selanjutnya, sang wali juga menyebarkan lagu-lagu yang bernuansa simbolisasi yang kuat. Yang terkenal karangan dari Sunan Kalijaga adalah lagu Ilir-Ilir. Memang tidak semua syair menyimbolkan suatu ajaran islam, mengingat diperlukannya suatu keindahan dalam mengarang suatu lagu. Sebagian arti yang kini banyak digali dari lagu ini di antaranya :
Tak ijo royo-royo tak senggoh penganten anyar : Ini adalah sebuah diskripsi mengenai para pemuda, yang dilanjutkan dengan,
Cah angon,cah angon, penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna kanggo seba mengko sore : Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai Khalifah Fil Ardh, atau pemelihara alam bumi ini (angon bhumi). Penekno blimbing kuwi ,mengibaratkan buah belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun islam (yang lima) dan Salat lima waktu. Sedang lunyu-lunyu penekno , berarti, tidak mudah untuk dapat mengerjakan keduanya (Rukun islam dan salat lima waktu) ,dan memang jalan menuju ke surga tidak mudah dan mulus. Kanggo sebo mengko sore, untuk bekal di hari esok (kehidupan setelah mati).
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane : Selagi masih banyak waktu selagi muda, dan ketika tenaga masih kuat, maka lakukanlah (untuk beribadah).
Memang masih banyak translasi dari lagu ini, namun substansinya sama, yaitu membumikan agama,menyosialisasikan ibadah dengan tidak lupa tetap menyenangkan kepada pengikutnya yang baru.
Dalam lagu-lagu Jawa, ada gendhing bernama Mijil, Sinom, Maskumambang, kinanthi, asmaradhana,hingga megatruh dan pucung. Ternyata kesemuanya merupakan perjalanan hidup seorang manusia. Ambillah Mijil,yang berarti keluar, dapat diartikan sebagai lahirnya seorang jabang bayi dari rahim ibu. Sinom dapat di artikan sebagai seorang anak muda yang bersemangat untuk belajar. Maskumambang berarti seorang pria dewasa yang cukup umur untuk menikah, sedangkan untuk putrinya dengan gendhingKinanthi. Proses berikutnya adalah pernikahan atau katresnan antar keduanya disimbolkan dengan Asmaradhana. Hingga akhirnya Megatruh, atau dapat dipisah Megat-Ruh.Megat berarti bercerai atau terpisah sedangkan ruh adalah Roh atau jiwa seseorang. Ini proses sakaratul maut seorang manusia. Sebagai umat beragama islam tentu dalam prosesi penguburannya ,badan jenazah harus dikafani dengan kain putih, mungkin inilah yang disimbolkan dengan pucung (atau Pocong).
Kesemua jenis gendhing ditata apik dengan syai-syair yang beragam, sehingga mudah dan selalu pas untuk didendangkan pada masanya.
Ada banyaknya filsafat Jawa yang berusaha diterjemahkan oleh para wali, menunjukkan bahwa walisongo dalam mengajarkan agama selalu dilandasi oleh budaya yang kental. Hal ini sangat dimungkinkan, karena masyarakat Jawa yang menganut budaya tinggi, akan sukar untuk meninggalkan budaya lamanya ke ajaran baru walaupun ajaran tesebut sebenarnya mengajarkan sesuatu yang lebih baik,seperti ajaran agama islam . Sistem politik Aja Nabrak Tembok (tidak menentang arus) diterapkan oleh para dunan..
Dalam budaya jawa sebenarnya sangat sarat dengan filsafat hidup (ular-ular). Ada yang disebut Hasta Brata yang merupakan teori kepemimpinan, berisi mengenai hal-hal yang disimbolisasikan dengan benda atau kondisi alam seperti Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta,Samudra,Dahana dan Bhumi.
1. Surya (Matahari) memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan. Pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negaranya.

2. Candra (Bulan) , yang memancarkan sinar ditengah kegelapan malam. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberi semangat kepada rakyatnya ditengah suasana suka ataupun duka.

3. Kartika (Bintang), memancarkan sinar kemilauan, berada ditempat tinggi hingga dapat dijadikan pedoman arah, sehingga seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan bagi untuk berbuat kebaikan

4. Angkasa (Langit), luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya.Prinsip seorang pemimpin hendaknya mempunyai ketulusan batin dan kemampuan mengendalikan diri dalam menampungpendapat rakyatnya yang bermacam-macam.

5. Maruta (Angin), selalu ada dimana-mana tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat da martabatnya.

6. Samudra (Laut/air), betapapun luasnya, permukaannya selalu datar dan bersifat sejuk menyegarkan. Pemimpin hendaknya bersifat kasih sayang terhadap rakyatnya.

7. Dahana (Api), mempunyai kemampuan membakar semua yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu.

8. Bhumi (bumi/tanah), bersifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada yang merawatnya.
Pemimpin hendaknya bermurah hati (melayani) pada rakyatnya untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai , agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah : Aja gumunan, aja kagetan lan aja dumeh. Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walau sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.
Falsafah sebagai seorang anak buahpun juga ada dalam ajaran Jawa, ini terbentuk agar seorang bawahan dapat kooperatif dengan pimpinan dan tidak mengandalakan egoisme kepribadian, terlebih untuk mempermalukan atasan, seperti digambarkan dengan, Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi. Maksudnya, boleh cepat tapi jangan mendahului (sang pimpinan) , boleh pintar tapi jangan menggurui (pimpinan), boleh bertanya tapi jangan menyudutkan pimpinan. Intinya seorang anak buah jangan bertindak yang memalukan pimpinan, walau dia mungkin lebih mampu dari sang pimpinan. Sama sekali falsafah ini tidak untuk menghambat karir seseorang dalam bekerja, tapi, inilah kode etik atau norma yang harus di pahami oleh tiap anak buah atau seorang warga negara, demi menjaga citra pimpinan yang berarti citra perusahaan dan bangsa pada umumnya. Penyampaian pendapat tidak harus dengan memalukan,menggurui dan mendemonstrasi (ngrusuhi) pimpinan, namun pasti ada cara diluar itu yang lebih baik. Toh jika kita baik ,tanpa harus mendemonstrasikan secara vulgar kebaikan kita, orang pun akan menilai baik.
Dalam kehidupan umum pun ada falsafah yang menjelaskan tentang The Right Man on the Right Place (Orang yang baik adalah orang yang mengerti tempatnya). Di falsafah jawa istilah itu diucapakan dengan Ajining diri saka pucuke Lathi, Ajining raga saka busana. Artinya harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaiknya seseorang dapat menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya). Sehingga tak heran jika seorang yang karena ucapan dan pandai menempatkan dirinya akan dihargai oleh orang lain. Tidak mengintervensi dan memasuki dunia yang bukan dunianya ini ,sebenarnya mengajarkan suatu sikap yang dinamakan profesionalisme, yang mungkin agak jarang dapat kita jumpai (lagi). Sebagai contoh tidak ada bedanya seorang mahasiswa yang pergi ke kampus dengan yang pergi ke mal , dan itu baru dilihat dari segi busana/bajunya , yang tentu saja baju akan sangat mempengaruhi tingkah laku dan psikologi seseorang.
Masih banyak filsafat Jawa yang mungkin, tidak dapat diuraikan satu persatu, terlebih keinginan saya bukan untuk banyak membahas hal ini, mengingat ini bukan bidang saya, namun kami hanya ingin memberikan suatu wacana umum kepada pembaca, bahwa, banyak sekali ilmu yang dapat kita gali dari budaya (Jawa) kita saja, sebelum kita menggali budaya luar terlebih hanya meniru (budaya luar)-nya saja.

SEMAR

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".

RAMUAN THOBATAN NASUHA

Ambillah akar-akar kemelaratan dan jiwa kesabaran,
lalu campurkan dengan bubuk pikiran.
dan dicampur dengan rendah hati dan kekhusyukan,kemudian

ditumbuk semua dalam lumpang taubat
dan dibasahi dengan air mata,
lalu ditempatkan dalam tempat rendah diri kepada Allah
dan dimasak dengan api tawakal kepada-Nya
Setelah itu diaduk dengan sendok istighfar
sehingga tampak taufik dan kehormatan diri.Kemudian

pindahkan ke mangkok cinta dan dinginkan dengan udara kasih sayang.sesudah itu disaring dengan saringan kesusahan
dan ditambah dengan hakikat iman

serta campurkan dengan takut kepada Allah

Menjadi Manusia

Terbelenggu sepi
Dalam ruang hampa hati
Teriakkan Aku
Teriak sampai semua tertidur

Kepenatan
Lelah memaksa karamkan letih
Terpikat
Terlena
Terhampar
Gempita Dunia
Maknai raga kosongkan jiwa
Akhirnya berkata
Aku adalah Raja!

Bagaimana aku menjadi manusia?
Nurani tergadaikan kuasa
Bagaimana aku menjadi manusia?
Hasrat utamakan rasa
Bagaimana aku menjadi manusia?
Milikku dahulukan bahagia
Hak-hakku..!
Ya!! Hak-hakku..!!
Hak-hakku yang utama!!!
Hak Asasi Manusia!

Bagaimana aku punya hak kalau aku bukan manusia!!?
Bagaimana aku menjadi manusia?
Hak Asasi utamakan damai
ah...
Susahnya jadi manusia...

Kenalilah Wahai Insan Siapa " AKU " ?

Subhanalloh.....Walhamdulillah, walaa ilaaha illallohu.......? Dhomir HU ( cahaya di atas cahaya ) seakan tiada bagi mereka yg buta mata hatiY, tuli pendengaranY, tertutup QolbuY......" kini AKBAR-NYA telah mnyatu mnjadi kulit, daging, urat, darah, tulang, sumsum dan balung..." itulah kemanunggalan ASMA-NYA.." menyebut ASMA-nyA saja tak cukup.." tanpa tau siapa EMPU-NYA sang pemilik nama.

Andaikan " HU " DIA simpan diatas bumi ini atw bahkan melewati jutaan GLADIOLA planet2 luar angkasa pasti MANUSIA aka mnemukanya, andai pun " HU " DIA simpan di bawah tujuh lapisan hamparan bumi ini niscaya MANUSIA pasti mnggalinya "

AL INSANU SIRRI WAANA SIRRUHU ''

tp ketika RAHASIAH-NYA di simpan pada HATI yang paling dalam pd DIRI manusia, mereka enggan mnggalinya....bahkan mnanggapnya se akan jauh dari dirinya' NAHNU AQROBU ILAIHI MIN HABLIL WARIID "

HAL YASTAWI AL A'MA WAL ABSHOR ?

Pohon Dalam HATI

Tahun adalah sebuah pohon, bulan-bulan adalah dahan-dahannya, hari-hari adalah cabang-cabangnya, bilangan jam adalah dedaunannya, setiap tarikan nafas adalah buah-buahnya. Barangsiapa yang nafasnya berada dalam ketaatan kepada Allah, maka buah dari pohon tersebut akan baik pula. Dan barangsiapa yang nafasnya berada dalam kemaksiatan kepadaNya, niscaya buahnya adalah handhal (buah pahit dan tidak berbau harum), yang bisa dipanen pada hari Kiamat. Pada saat itulah bisa dibedakan rasa manis dan pahit buah-buahan itu.

Keikhlasan dan tauhid bagaikan sebuah pohon di dalam hati, dahannya adalah amal, buahnya adalah kehidupan yang baik di dunia dan kenikmatan yang abadi di akhirat. Sebagaimana buah kenikmatan dalam surga tidak akan pernah berakhir, demikian pula buah tauhid dan ikhlas di dunia.

Syirik, dusta , dan riya’ juga seperti pohon dalam hati. Buahnya di dunia berupa kedudukan, kesedihan, hati yang tertekan dan kegelapan hati. Buahnya di akhirat berupa siksa yang tak henti-henti.

Diantara buah keikhlasan yang sempurna karena Allah semata adalah meninggalkan nafsu syahwat karena Allah, selamat dari adzabNya, kepastian untuk mendapatkan kemenangan dengan rahmatnya. Kenikmatan jiwa dan kebahagiaan tidak akan didapat oleh orang yang di hatinya ada selainNya, meski orang tersebut melakukan ibadah, zuhud dan ilmu. Karena Allah tidak akan memberikan simpananNya pada hati yang di dalamnya ada selainNya dan kehendakNya masih tergantung kepada selainNya. Akan tetapi Allah hanya akan memberikan simpananNya kepada hati yang melihat kefakiran sebagai suatu kekayaan bila bersamaNya, dan kekayaan sebagai kefakiran apabila meninggalkannya. Juga melihat kemuliaan sebagai kehinaan apabila meninggalkan Allah dan melihat kehinaan sebagai kemuliaan bila menyertakanNya. Kenikmatan dirasakannya sebagai siksaan bila tidak menyertakan Allah dan adzab terasa sebagai kenikmatan bila bersamaNya.

Artinya, ia tidak melihat kehidupan ini kecuali hanya dengan Allah bersamaNya. Kematian, rasa sakit, kesedihan, dan kedudukan akan terasa apabila meninggalkanNya. Orang semisal ini akan merasakan dua surga, surga di dunia yang ia rasakan terlebih dahulu dan surga pada hari Kiamat.

Dalam kitab Al-Musnad dan Shahih Abi Hatim diriwayatkan hadist dari Abdullah bin Mas’ud radiallah ‘anhu, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila seorang hamba tertimpa kedudukan dan kesedihan kemudian ia mengucapkan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak hambamu, ajalku di tanganMu, berlaku pada diriku hukumMu, telah adil pula takdirMu bagiku, saya mohon kepadaMu dengan setiap namaMu yang Engkau namakan diriMu dengannya, atau Engkau turunkan dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari ciptaanMu atau Engkau simpan di dalam ilmu gaib di sisiMu, jadikanlah Al-Qur’an sebagai pengisi hatiku, cahaya hatiku dan penyejuk kegundahanku serta penghilang kedukaanku dan kepedihanku’, melainkan Allah akan menghilangkan kedukaannya dan kesedihannya serta menggantikannya dengan kegembiraan. “Para sahabat bertanya,’Akankah kita mempelajarinya? “Beliau menjawab, “Tentu. Tidak akan selayaknya orang yang mendengarnya kemudian tidak mempelajarinya.

ILMU SEJATI

Ilmu sejati menerangkan bahwa manusia benar-benar abadi tidak bisa mati, kebal segala macam bahaya apapun dan bahagia tidak pernah duka, kaya tidak pernah miskin. Ilmu sejati adalah ilmu mengenali diri sejati. Inilah kunci ilmu kesaktian yang sesungguhnya.

Falsafah hidup yang ideal tidak hanya menjadi pedoman hidup di dunia fisik ini saja, melainkan harus masuk ke kehidupan yang sejati yang metafisik. Bila diminta memilih dunia: fisik atau metafisik, maka jatuhkan pilihan pada yang terakhir saja. Sebab dunia fisik akan lenyap seiring dengan dimasukkannya jasad ke dalam kubur, sementara dunia metafisik kita akan langgeng abadi sepanjang masa.

Tujuan hidup manusia adalah mengisi hidup dengan diri yang sejati. Dunia adalah persinggahan sementara diri sejati sebelum menempuh perjalanan-perjalanan lain yang sangat panjang. Sayangnya, di persinggahannya yang sementara ini kebanyakan justeru diisi oleh diri-diri palsu. Maka hidup di dunia yang menekankan pada diri-diri palsu, harus bersiaplah untuk terseok dan tersungkur kapan saja.

Pada diri yang palsu, keakuan atau ego SANGAT DOMINAN dalam mengambil keputusan-keputusan. Saat kita dihadapkan pada pilihan, memilih isteri yang cantik atau memilih isteri yang moralnya baik, maka kita langsung menjatuhkan pilihan pada isteri cantik. Saat kita dihadapkan pada pilihan mengambil uang negara (korupsi) sehingga cepat kaya atau hidup miskin namun tenang, kita langsung menjatuhkan pilihan pada jadi koruptor. Kita saat itu sadar, resiko jadi koruptor adalah masuk penjara. Namun kesadaran kita hanya mucul dari lapisan jiwa terluar saja. Belum muncul dari lapisan jiwa yang terdalam dimana DIRI SEJATI berada.

Keputusan yang muncul akibat tidak mendengarkan suara diri sejati yang tergencet oleh akal sehat dan nafsu ego, adalah penyesalan. Kenapa menyesal? Sebab akibatnya fatal. Seluruh wujud kita akan mengalami akibat yang mengerikan. Akibat fatal ini bagi setiap orang berbeda-beda tergantung pada peristiwa apa diri palsu itu mendominasi kita.

Pada suatu ketika, kita dihadapkan pada pilihan menyalip atau tidak ketika ada truk gandeng melaju perlahan sehingga menghalangi laju kendaraan kita. Pikiran sadar mengatakan JANGAN, karena berbahaya menyalip. Apalagi jalur kendaraan hanya ada dua. Namun, nafsu ego mengatakan TERUSKAN menyalip agar cepat sampai tujuan. Pilihan akhirnya dijatuhkan dengan cepat oleh gerakan refleks bawah sadar…. brakkkkk…. kendaraan kita dihantam kendaraan lain dari jalur berlawanan.

Menuruti diri palsu ego kadang memuaskan (untuk sementara waktu), namun kepuasan itu sifatnya hanya sementara. Akan lahir berkembang keinginan demi keinginan lain yang harus dipuaskan. Itulah watak diri palsu: senang sesaat, tidak pernah puas… Memuaskan keinginan nafsu ego, maka perkembangan spiritual dan mental berada pada posisi stagnan, mandeg. Bahkan mengalami kemunduran.

Hal ini berbeda ketika kita banyak menuruti DIRI SEJATI. Diri yang sejati akan membuat perkembangan spiritual kita bergerak aktif dan dinamis. Bila ulat mampu bermetamorfisis menjadi kupu yang indah, maka diri sejati akan bermetamorfosis menjadi diri yang MOKSA. Diri yang manunggal dengan iradat-Nya. Duh, alangkah indahnya manusia yang sampai pada tahap ini?….

Kita perlu sadar bahwa di dalam terkadang pilihan alternatif yang tersedia tidak banyak. Mungkin ada dua, tiga, lima. Mungkin pula kadang hanya ada satu bahkan tidak ada alternatif sama sekali. Perlu dipahami, bahwa sesungguhnya ada tidaknya alternatif itu tergantung pada sumber mana yang kita akses: diri palsu ego atau diri sejati? Pada diri palsu ego, alternatifnya hanya sekedar apa yang teralami dengan indera saja. Kenikmatan, kesuksesan, kejayaan jasad/fisik adalah hukum alam dari hasil akhir proses menuruti diri palsu.

Belajar dari sejarah kepemimpinan, tidak ada satupun pemimpin sebuah komunitas bangsa yang lahir dari diri palsu akan mampu bertahan abadi melintasi jaman. Kejayaan dan kelanggengan nilai-nilai yang ditebar pemimpin bobrok akan membawa kehancuran dan degradasi nilai-nilai kemanusiaan. Baca riwayat Hitler, bagaimana sang diktator ini harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri secara tragis. Dan contoh-contoh lain yang lebih mengerikan lagi.

Pada suatu ketika, manusia akan mengalami penyesalan. Kenapa menyesal? Penyesalan adalah pemberontakan dari diri sejati yang sudah begitu lama dikubur dan dimatikan. Namun, ia tidak benar-benar bisa tewas. Diri sejati akan tetap hidup. Ia menyuarakan kehendak untuk kembali ke jalan yang benar. Tidak sesat dan sasar. Sayangnya, di dalam hidup kita lebih suka mendustai bahkan menolak hadirnya suara dari dalam diri sejati.

DIRI SEJATI bisa dirasakan pada TITIK PALING HENING MEDITASI, SEMEDHI, MALADIHENING. Pada DIRI SEJATI munculnya KESAKTIAN merupakan hal yang sangat biasa. SEGALA DIMENSI GAIB DAN METAFISIK TERBUKA TERANG BENDERANG.

Namun, pada hakikatnya diri sejati tidak boleh hanya dirasakan da disadari belaka. Sebalinya, jadikan seluruh kemanusiaan kita ini dengan totalitas DIRI SEJATI YANG MENYINARI BERPERILAKU SEPANJANG HIDUP MANUSIA. Yaitu bila perjalanan (tarekat) mengolah rasa sudah sampai ke pendakian tertinggi perjalanan spiritual. Mencapai makrifat yang merupakan wujud diri sejati inilah yang harusnya menjadi tujuan hidup kita.

Salah satu ajaran mistik Jawa yang membabar soal menjadi diri sejati terkandung dalam serat Dewaruci. Serat Dewaruci merupakan karya sastra suluk yang secara keseluruhan bernilai mistis. Nilai-nilai yang termuat dalam alur cerita Sang Bima mencari diri sejati disimbolkan dengan pencarian “Air Perwitasari.” oleh Bima. Yaitu air yang membuat abadi bagi peminumnya.

Serat ini menceriterakan upaya bagaimana manusia dalam kehidupannya dapat mencapai diri sejati. Yitu diri yang mampu menciptakan keasrian, ketentraman dan kelestarian dunia. Salah satu moralitas ajarannya yaitu memayu hayuning bawana dan memayu hayuningrat. Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti: sifat pengasih akan meleburkan segala kejahatan.

Serat Dewa Ruci membeberkan konsep ngelmu “MANUNGGALING KAWULA GUSTI, PAMORING KAWULA GUSTI, JUMBUHING KAWULA GUSTI, WARANGKA MANJING CURIGA CURIGA MANJING WARANGKA.” Yaitu diri sejato yang tidak lagi mengalami suka duka. Ia akan berseri bagaikan bulan purnama menyinari bumi, membuat dunia menjadi indah. Di dunia ia menjadi wakil Tuhan (wakiling Gusti), menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya dan memberi inspirasi kepada manusia yang lain.

Ia mampu mendengar, merasa, dan melihat apa yang tidak dapat dikerjakan oleh manusia yang masih diselubungi oleh kebendaan, syahwat, dan segala kesibukan dunia yang fana. Tindakan diri manusia semata-mata menjadi laku karena Tuhan

Bima telah mencapai tahap makrifat, di antaranya ia merasakan: keadaan dirinya dengan Tuhannya bagaikan air dengan ombak, nikmat dan bermanfaat, segala yang dimaksud olehnya tercapai, hidup dan mati tidak ada bedanya, serta berseri bagaikan sinar bulan purnama menyinari bumi.

Wujud diri sejati meliputi segala yang ada di dunia, yang hidup tidak ada yang menghidupi, yang tidak terikat oleh waktu, yaitu Yang Ada telah berada pada Bima, telah menunggal menjadi satu. Jika telah manunggal penglihatan dan pendengaran Bima menjadi penglihatan dan pendengaran-Nya. Badan lahir dan badan batin Suksma telah ada pada Bima, hamba dengan Tuhan bagaikan api dengan asapnya, bagaikan air dengan ombak, bagaikan minyak di atas air susu.

Setelah manunggal dengan Gusti, dia tidak merasakan rasa khawatir, tidak berniat makan dan tidur, tidak merasakan lapar dan mengantuk, tidak merasakan kesulitan, hanya nikmat yang memberi berkah karena segala yang dimaksud dapat tercapai. Hal ini menyebabkan Bima ingin manunggal terus. Ia telah memperoleh kebahagiaan nikmat rahmat yang terkandung pada kejadian dunia dan akhirat. Sinar Ilahi yang melahirkan kenikmatan jasmani dan kebahagian rohani telah ada pada Bima. Itulah surga.

Pada tahap ini, apa yang diniatkan diri sejati akan terwujud. KUN FAYAKUN. Bahkan, hukum alam taklum dalam hukum Ilahi. Keajaiban itu terjadi sewaktu hamba dalam kendali Ilahi.

Hidup dan mati tidak ada bedanya karena dalam hidup di dunia hendaklah manusia dapat mengendalikan atau mematikan nafsu yang tidak baik dalam dalam kematian manusia akan kembali menjadi satu dengan Tuhannya. Mati merupakan perpindahan rohani dari sangkar kecil menuju kepada kebebasan yang luas, kembali kepada-Nya. Dalam kematian raga nafsu yang tidak sempurna dan yang menutupi kesempurnaan akan rusak. Yang tinggal hanyalah Suksma. Ia kemudian bebas merdeka sesuai kehendaknya kembali manunggal kepada Yang Kekal.

Setelah mengetahui, menghayati, dan mengalami manunggal sempurna antara diri sejati dengan SANG DIRI SEJATI karena mendapatkan wejangan Dewaruci, hatinya terang seperti kuncup bunga yang mekar. Dewaruci kemudian muksa. Bima kembali kepada alam dunia semula.. Sebab, bagaimana pun kita masih manusia yang punya jasad/ tubuh. Nafsu jasad/kebutuhan biologis tidak dihilangkan namun dimenej dengan sebaik-baiknya untuk dituntun dengan diri sejati.

HAKEKAT TITIK

Apabila,
Ma’rifat adalah penyaksian akan Allah,
Hakekat adalah ikhlas,
syukur dan sabar sebelum penyaksian Allah,
Tarekat adalah jalan pengosongan sebelum hakekat,
Syari’at adalah dalil kehidupan dalam menghormati eksistensi-eksistensi lain.

Maka,
Syari’at adalah bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah,
Tarekat adalah bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingatnya,
Hakekat adalah bagaimana ikhlas,
syukur dan sabar dalam kehidupan,
Ma’rifat adalah implementasi kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya.

Apabila,
Syari’at adalah bagaimana mewujudkan penyaksian akan Allah,
Tarekat adalah bagaimana dalam kehidupan senantiasa mengingat-Nya,
Hakekat adalah bagaimana ikhlas,
syukur dan sabar dalam kehidupan,
Ma’rifat adalah implementasi kehidupan dalam penyaksian dan menyaksikan-Nya.
Maka,
Ma’rifat adalah penyaksian akan Allah,
Hakekat adalah ikhlas,
syukur dan sabar sebelum penyaksian Allah,
Tarekat adalah jalan pengosongan sebelum hakekat,
Syari’at adalah dalil kehidupan dalam menghormati eksistensi-eksistensi lain.

Apabila dan Maka,
Bersatu dalam Titik,
Titik itu adalah Allah,
Syari’at-Tarekat berawal dari Titik,
Hakekat-Ma’rifat berakhir di Titik.

Billahu,
Fillahu,
Bi Idznillahu,
Minallahu,
Allahu,
Titik.

Usul Diri dari Tabir Cangkangmu

KULIT OLAH DIRI...



Reiki Tummo adalah sekian banyak dari istilah-istilah dan nama tentang fenomena Reiki yang berkembang di berbagai penjuru dunia. Pada daerah-daerah lain pun muncul pula nama-nama lain dengan sedikit variasi disana-sini. Varian dari India disebut dengan Yoga. Varian di Cina disebut dengan nama yang lebih beragam, misalnya Taichi, Tao, Kung Fu (dengan ditambah kemampuan bela diri). Varian di Philipina dikenal dengan nama Prana. Di Indonesia malah variannya lebih banyak lagi, misalnya Tenaga Dalam, Tenaga Sakti, Tenaga Dasar, Energi Murni. Varian Di Amerika dan Eropa dikenal dengan istilah fenomena "PSYCHIC". Bahkan dalam praktek agama-agama dunia, fenomena ini secara sepintas terlihat hampir sama. Dalam agama Yahudi ada, dalam agama Nasrani ada, dalam agama Islam pun sepintas juga terlihat seperti ada (seperti yang dipertontonkan oleh para sufi, ustad-ustad tertentu). Note: nanti akan kita bahas bagaimana dengan Rasulullah ??...!.



Pada tatanan MANUSIA, apa-apa yang diolah dalam praktek Reiki dan praktek-praktek sejenisnya seperti yang saya sebutkan di atas, semuanya adalah NYARIS SAMA. Yang diolah adalah NAFS (DIRI) manusia. Diri manusia yang ukurannya hanya segini-gininya ini, ternyata menyimpan rahasia yang sama dahsyatnya dengan alam semesta raya ini. Pantas saja dalam agama Islam Allah memberi tahukan dalam surat Al Jaatsiyah ayat 3-4 bahwa:



Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman.



Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini,



Ayat di atas dengan lantang menggugah manusia, terutama orang yang beriman, agar mau mengamati dan menyelidiki potensi-potensi dan system apa yang ada pada dirinya sendiri seperti juga kita dimotivasi untuk mengamati apa-apa yang ada di langit dan di bumi, serta pada binatang yang melata. Dengan pengamatan itu diharapkan umat manusia menjadi bertambah-tambah keimanannya kepada Allah.



Ya..., pada diri manusia ternyata ada sistem yang kerumitan dan potensi yang ada di dalamnya sungguh tidak kalah dengan apa yang ada pada alam semesta. Boleh dikatakan diri manusia itu adalah laksana alam semesta (makro kosmos) dalam ukuran mini (mikro kosmos).



Berbilang zaman berlalu, manusia dari berbagai bangsa dan agama sudah mencoba pencarian yang panjang tentang siapa dirinya yang sebenarnya, dan tak lupa menggali potensi-potensi apa yang bisa mucul dari dalam dirinya itu. Dalam perjalanan pengenalan diri itu, terkuaklah misteri demi misteri keajaiban tubuh kita. Fenomena Cakra, Kundalini, Energi Psikokinetik, hanyalah beberapa saja dari sekian banyak rahasia-rahasia yang telah dibukakan oleh Allah buat kita. Fenomena Cakra serta Kundalini beserta segenap turunannya adalah sebuah suasana universal yang bisa dilatih dan dipraktekkan oleh siapa saja dan agama apa saja. Dan hasilnya sangat tergantung pada seberapa keras kita berlatih dan seberapa kuat kita bisa memfokuskan arah fikiran kita kepada cakra-cakra yang diyakini oleh pemrakteknya berada pada titik-titik tubuh yang berada disepanjang tulang belakang manusia, mulai dari bawah sampai ke ujung kepala (ubun-ubun). Dalam hal ini saya tidak akan membahas dimana cakra-cakra itu berada dan bagaimana cara pengolahannya sehingga memunculkan potensi-potensi yang ”boleh jadi” melebihi apa-apa yang dimiliki oleh orang yang tidak melatihnya.



Pengolahan cakra-cakra itu sebenarnya adalah sebuah proses sederhana saja, yaitu dengan mengarahkan fikiran kita pada titik-titik tertentu yang diyakini oleh pemrakteknya sebagai simpul-simpul energi atau getaran untuk beberapa waktu lamanya. Kalau simpul-simpul itu bisa diaktifkan, maka manusia ternyata bisa mengolah dan memanfaatkan getaran yang muncul itu untuk berbagai keperluan. Penggunaan getaran ini sangatlah luas dan beragam sekali. Misalnya, mulai dari tujuan untuk pengobatan sampai dengan kemampuan untuk memunculkan kekuatan dan kemampuan yang sekilas kelihatannya seperti sesuatu yang irrasional. Sebutlah apa saja yang pernah dipublikasikan orang tentang kemampuan irrasional itu, seperti pengalaman tentang adanya tubuh astral, tubuh eterik, pengalaman keluar dari tubuh (OBE=Out of Body Experience) atau meraga sukma, atau fenomena tenaga-tenaga tak kasat mata seperti yang digunakan dalam silat, kung fu, aikido, dsb., maka semua itu hanyalah sebuah konsekwensi logis saja atas berhasilnya sang manusia meningkatkan kesadarannya dari hanya sekedar getaran (vibrasi) di tingkat ketubuhan menjadi kesadaran getaran ditingkat energi-energi yang lebih halus.



Kalau tubuh ini kita perhatikan walau dengan mengunakan kesadaran ilmu fisika biasa saja, maka dengan mudah dapat kita sadari bahwa tubuh kita ini adalah kumpulan atom-atom dari berbagai unsur yang saling terikat satu sama lainnya. Misalnya atom dari unsur oksigen, hidrogen, nitrogen, dan unsur-unsur lainnya. Interaksi dari unsur-unsur pembangun tubuh tersebut akan menimbulkan pancaran energi, baik itu berupa getaran-getaran maupun cahaya-cahaya dengan panjang gelombang dari bisa terlihat oleh mata sampai dengan yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.



Nah..., untuk mampu merasakan dan melihat fenomena-fenomena getaran dan cahaya tadi itu seseorang harus mampu meningkatkan kesadarannya dari sekedar hanya kesadaran tubuh ketingkat kesadaran getaran-getaran.



Misalnya, untuk melihat sekedar adanya lingkaran cahaya yang berpendar disekitar jari-jari kita, kita tinggal memandang jari kita dengan tidak fokus kearah jari itu. Fokuskanlah pandangan mata kita melampaui jari itu. Jangan pandang jari itu. Pandanglah ruangan yang melampaui tangan kita itu beberapa cm didepan. Tidak berapa lama kita akan melihat pendaran cahaya yang menyelimuti jari kita tersebut. Tanaman pun, kalau dilihat dengan cara yang sama seperti diatas, akan terlihat juga seperti diliputi oleh cahaya yang berpendar yang meliputi daun-daunnya. Orang lalu menyebut pendaran cahaya ini dengan nama AURA. Atau ada juga yang menamakannya dengan tubuh astral, tubuh eterik, dan sebagainya, yang tentu saja dengan karakter dan getaran yang berbeda pula.



Kemampuan memandang pendaran cahaya ini dapat dilatih dan ditingkatkan untuk dapat memandang pendaran cahaya dari tubuh manusia secara utuh. Bahkan kemampuan itu dapat pula ditingkatkan untuk mengetahui tentang berbeda-beda cahaya yang muncul untuk berbagai emosi dan rasa, yang berbeda pula, bahkan dapat pula digunakan untuk mengetahui mana-mana bagian tubuh yang sehat maupun yang sakit.



Dulu-dulu (sebelum ikut patrap), di wilayah beladiri, saya juga pernah melatih bagaimana cara untuk menggunakan kemahiran tentang getaran ini untuk mengenali benda-benda dengan mata tertutup. Dan juga getaran itu dapat pula digunakan untuk mematahkan benda keras dengan hanya menyentuh beda tersebut dengan lembut tanpa bertenaga. Benda keras itu patah hanya dengan cara ”membayangkan” kita sedang mengirimkan kepada benda itu getaran gelombang transversal dan longitudinal secara bergantian beberapa saat lamanya. Lalu gelombang itu kita bayangkan pula mampu mempengaruhi posisi atom-atom pada benda keras tersebut ke posisi yang terlemah. Lalu dengan tanpa menggunakan kekuatan yang besar seperti yang digunakan para kuli panggul barang, maka kita akan sanggup mematahkan benda itu. Jadi dalam hal ini yang digunakan adalah afirmasi (penegasan) dengan menggunakan kekuatan fikiran yang terfokus dan keyakinan yang tinggi akan keberhasilan atas apa-apa yang kita inginkan.



Kemudian di wilayah praktek sebuah tarekat (juga sebelum saya ikut patrap), saya juga pernah mengalami apa yang disebut orang dengan fenomena OBE (out of body experience) saat saya melakukan SULUK di penghujung Ramadhan tahun 2000. Ketika itu, dengan mudah rasanya saya bisa seperti pulang ke rumah, datang ke Mekkah, datang ke kuburan Nabi di Madinah, bahkan pada saat itu rasanya kening saya ke cium oleh Rasulullah. Mursyid saya ketika itu, begitu saya ceritakan tentang hal ini, beliau malah balik menciumi kening saya. Saya hanya bisa terheran-heran saja saat itu. Akan tetapi semua itu ternyata juga hanyalah sensasi-sensasi yang muncul saat kita mampu mengarahan fikiran dan keinginan kita menuju ke tempat yang kita inginkan, atau berjalan ke tempat-tempat yang ceritanya dan bayangannya pernah masuk ke dalam otak kita.



Sungguh banyak sekali fenomena yang bisa digali dan diolah tentang kemampuan yang diberikan oleh ALLAH terhadap NAFS manusia. Tidak terbatas. Karena semua datangnya adalah dari yang punya ilmu yang Maha TIDAK TERBATAS, yaitu Allah. Jadi..., alangkah angkuh dan jumawanya kita jika ada diantara kita yang sampai tidak mengakui tentang keberadaan ilmu-ilmu dan fenomena-fenomena ”aneh” di atas yang hanya setitik kecil saja dari lautan ilmu Tuhan yang tak terhingga banyaknya.







DARI KULIT KE KULIT ...



Untuk reiki, tarekat, dan kemampuan-kemampuan supranatural lain, umumnya terdapat titik kesamaan yang sangat dekat dalam hal cara pengolahan dan pelatihannya. Yaitu mengolahnya dengan menggunakan fikiran dan gerakan fisik tertentu terhadap titik-titik yang berada disepanjang tulang belakang dan sekitarnya, mulai dari ujung ekor sampai ke ubun-ubun. Kosa kata dalam bahasa umumnya adalah titik-titik CAKRA (baik cakra MAYOR yang berada diwilayah tulang belakang, tembus muka dan belakang, maupun cakra MINOR yang berada disekitar wilayah tulang belakang) yang punya getaran tertentu untuk masing-masing titiknya. Pada beberapa praktek tarekat, titik-titik itu dinamakan orang dengan istilah LATHAIF, akan tetapi titik-titik yang diambil adalah yang berada diwilayah ulu hati (dada, yang diyakini banyak orang sebagai tempat beradanya HATI atau QALB), bergerak ke atas sampai ke kening, dan pada tahap akhirnya adalah seluruh tubuh itu sendiri.



Titik-titik OBJEK OLAH PIKIR ini di bersihkan, digetarkan, dan di olah dengan cara mengarahkan fikiran (berkonsentrasi) kepada titik-titik CAKRA atau LATHAIF tersebut. Proses ini biasanya distimulasi dan diperkuat dengan menambahkan simbol-simbol, bunyi-bunyian atau suara-suara tertentu dengan frekuensi yang monoton pula. Pada reiki, simbol objek fikir itu biasanya adalah dalam bentuk garis melingkar-lingkar dan warna-warni dengan pola tertentu. Setiap pola itu diyakini oleh pemrakteknya mempunyai vibrasi tertentu pula. Adapula kemudian yang ditambah dengan berbagai teknik penahanan dan pengeluaran nafas yang diatur sedemikian rupa. Ada juga yang menambahnya dengan gerakkan-gerakan tubuh, kaki, dan tangan dengan pola tertentu. Dan ada pula yang mengikut sertakan suara-suara dan irama monoton tertentu dengan durasi yang cukup lama. Pada praktek YOGA ataupun meditasi-meditasi lainnya, yang dilakukan orang juga sama saja (walau dengan kadar dan teknik yang berbeda-beda). Semua punya titik objek fikir, simbol-simbol, gerakan-gerakan, dan bentuk-bentuk posisi tubuh tertentu yang gunanya tak lain adalah sebagai ”SARANA” bagi pemrakteknya untuk mengolah arah fikirnya.





MAU DIKELUPASI APANYA LAGI ...?.



Di dalam tarekat pun, objek untuk praktek mengolah arah fikir ini nyaris sama saja. Pada salah satu tarekat, misalnya, titik objek fikir itu mirip sekali, kalau tidak mau dikatakan sama, dengan titik-titik objek fikir yang dipakai dalam praktek reiki, taichi, dan yoga. Objek fikir di dalam tarekat ini disebut dengan istilah LATHAIF. Misalnya, ada lathaif Qalbi (yang terletak dekat jantung, 2 jari di bawah susu kiri, 2 jari lagi ke arah tengah dada), lathaif Roh (yang terletak 2 jari di bawah susu kanan, agak 2 jari lagi ke tengah dada), lathaif Sirri (yang terletak 2 jari di atas susu kiri, agak 2 jari lagi ke tengah dada), lathaif Khafi (yang terletak 2 jari di atas susu kanan, agak 2 jari lagi ke tengah dada), lathaif Akhfa (yang berada di tengah dada), lathaif Nafsun Natiqah (yang berada di antara 2 alis), lathaif Kullu Jasad (yang berada 2 jari di atas pusar, tembus menuju ubun-ubun, lantas meliputi seluruh tubuh). Dan secara kasat mata pun, beberapa lokasi lathaif ini sama persis dengan posisi-posisi cakra yang ada dalam reiki, yoga, dan meditasi. Dan ternyata memang masing-masing posisi lathaif atau cakra itu mempunyai sensasi sendiri-sendiri.



Kemudian dalam riyadah rutin, pemrakteknya menambahkan (dalam istilah tarekatnya MENGHUNJAMKAN atau MENUSUKKAN) simbol tunggal, yaitu TULISAN HURUF ALLAH (dalam bahasa Arab) setiap kali kita ”singgah” ke lathaif tertentu. Menusukkan simbol huruf ALLAH itu harus diulang-ulang dengan jumlah yang berbeda bagi setiap lathaif. Hunjaman kalimat Allah di lathaif-lathaif itu kemudian diafirmasi (diperkuat) lagi dengan tambahan ucapan Allah atau Laa ilaha illallaah dengan irama suara yang cepat dan monoton.





SEUNTAI BENANG MERAH...!



Berangkat dari pembahasan di atas, maka sebuah benang merah sepertinya mulai dapat kita tarik, bahwa pada dasarnya praktek reiki, taichi, yoga, meditasi, dzikir di tarekat atau rumah dzikir tertentu, latihan tenaga dalam, dan latihan-latihan kesaktian lainnya sedikit banyaknya ada kesamaannya, kalau tidak mau dikatakan serupa banget. Pada semua itu ada ”sesuatu (titik)” yang dipakai sebagai objek tempat mengarahkan fikiran, ada simbol-simbol sebagai penambah kemampuan berkonsentrasi, ada suara-suara monoton yang dipakai, dan ada pula bentuk-bentuk tubuh tertentu yang dipakai selama proses pengolahan jiwa sang pemrakteknya.



Karena yang diolah dalam reiki, taichi, yoga, meditasi, dan tarekat tertentu adalah tubuh-tubuh (NAFS) juga, maka hasilnyapun nyaris sama. Misalnya, seseorang yang telah mempraktekkannya beberapa waktu lamanya, maka hampir semua praktikannya mengalami sensasi dapat merasakan getaran-getaran tertentu. Dan ternyata getaran itu, dengan teknik pengarahan fikiran tertentu, bisa dipakai untuk berbagai hal. Seperti untuk pengobatan, untuk kesaktian, untuk melanglang buana di alam-alam penuh getaran, sensasi-sensasi, rupa-rupa dan pandangan-pandangan tidak kasat mata lainnya.



Lalu semua fenomena itu tadi, kemudian dianggap sebagai fenomena spiritual. Maka jadilah makna spiritual itu terpangkas dan mengecil. Dan pada tatanan kehidupan praktis ”spiritualis” Hindu, Budha, Islam, pemraktek yoga, reiki, meditasi, tenaga dalam (kesaktian) menjadi sulit untuk dibedakan antara satu dengan yang lainnya. (Hampir) SAMA SAJA. Ya..., KULITNYA SAMA SAJA !!!. Bedanya, paling-paling bisa dilihat dalam hal tata cara berpakaian, berbicara, praktek-praktek ibadah dan simbol-simbol yang dipakai oleh mereka masing-masing.



Ada yang menarik untuk diamati pada tatanan spiritualitas seperti ini, bahwa hampir selalu para pemrakteknya terlihat lebih lembut, lebih sabar, lebih tenang, dan lebih cool dari orang kebanyakan. Seringkali pemrakteknya berkata: ”Saya ikut praktek ini... itu...!. Dalam sebulan saja saya bisa merasakan perubahan yang besar dalam diri saya. Saya menjadi lebih tenang, lebih sabar, lebih damai, lebih sehat..., dan blaaa..., blaaaa”. Yakin benar para pemrakteknya dalam menceritakan hasil latihannya itu. Na lho kok sama hasilnya...?. Realitas macam apa ini sebenarnya....???. Kalau dilihat ciri-cirinya di atas, misalnya, pemrakteknya bisa merasa lebih tenang, damai, luas, bahagia, cool, sehat, tidak banyak merasakan permasalahan walau pun dia sedang dirundung masalah, maka realitasnya kok sama dengan suasana yang disebutkan dalam Al Qur’an yaitu suasana JIWA YANG TENANG (NAFSUL MUTHMAINNAH)....





KULIT NAFSUL MUTHMAINNAH (JIWA, DIRI YANG TENANG)...



Dalam istilah agama Islam, ada sebuah sifat jiwa (diri) yang disebut dengan JIWA YANG TENANG (Nafsul Muthmainnah). CIRI-CIRI Nafsul Muthmainnah ini hanya sederhana saja, yaitu pada Nafs ini tiada lagi rasa kekhawatiran dan tiada kesedihan padanya (la khaufun 'alaihim wala hum yah zanun). Siapa saja dapat merasakannya. Realitas suasana diri yang bersifat universal ini kalau dibahasakan secara populer adalah, bahwa pada diri itu, otaknya tidak lagi dihantam oleh gelombang badai fikirannya, dadanya tidak lagi dihantam oleh galaunya perasaannya. Ya..., otak sang diri ini sudah tidak lagi terkotak-kotak dalam berbagai persepsi yang sangat beragam dari orang ke orang, dan dada sang diri itu juga sudah tidak bergolak lagi dengan berbagai amukan perasaan baik perasaan senang maupun perasaan susah.



Ada diantara kita yang bisa sampai pada suasana otak dan dada yang tenang ini saja sebenarnya sudah sangat bagus sekali. Karena banyak juga diantara kita yang mengaku-ngaku sudah beragama, tapi fikiran dan dada kita masih dipenuhi oleh badai fikiran dan amukan rasa sehingga kita sibuk sendiri dengan apa-apa yang kita fikirkan dan rasakan itu.



Karena suasana jiwa yang tenang itu adalah sebuah sunatullah, atau bisa juga disebut sebagai hukum positif yang diturunkan oleh Sang Pencipta kepada seluruh umat manusia, maka semua manusia juga akan bisa mendapatkannya. Ya…, SEMUA manusia, tak tergantung pada agama dan suku bangsa, akan mampu meraih suasana otak dan dada yang tenang itu. Karena manusia ini diciptakan Tuhan memang beragam, maka cara untuk mendapatkan ketenangan otak dan dada itu juga bisa bermacam-macam. Boleh dikatakan cara untuk mendapatkan jiwa yang tenang itu akan sama banyaknya dengan jumlah manusia itu sendiri. Tak terbatas.



Salah satu cara yang dianggap orang dapat menciptakan sensasi rasa tenang itu adalah dengan cara meyakini, bahkan sampai benar-benar mengalami, apa yang dinamakan oleh pemraktek reiki, taichi, yoga, dan meditasi lainnya itu dengan proses terbukanya CAKRA MAHKOTA, begitu juga CAKRA DADA. Proses terbukanya cakra-cakra utama (mayor) ini ternyata memunculkan fenomena-fenomena, dimana pemrakteknya seperti mampu merasakan dirinya lepas dari sensasi ketubuhannya dan kemudian berubah menjadi sensasi alam semesta. Terbukanya Cakra Mahkota, diyakini orang bisa menimbulkan sensasi keluasan otak yang akan membuat otak itu menjadi tenang. Seperti juga halnya sensasi keluasan dan kelapangan dada yang dipercaya orang dapat muncul dengan telah bersihnya Cakra Dada.



Pasal apakah dengan terbukanya Cakra Mahkota akan mempermudah orang untuk nyambung ke Allah, seperti pertanyaan Pak Rizki, saya tidak dapat menjawabnya. Karena tentang Allah ini setiap agama bahkan setiap orang punya persepsi sendiri-sendiri. Tentang Allah ini, setiap orang mempunyai hubungan yang sangat pribadi sekali dengan-Nya. Sangat pribadi sekali. Hal ini akan saya kupas lebih pada uraian “Kulit Sang Aku Diri”.



Akan tetapi, Cakra Mahkota yang sudah terbuka boleh jadi memang dapat mempercepat hilangnya badai fikiran di otak kita. Begitu juga dengan terbukanya Cakra Dada yang akan mengurangi amukan berbagai perasaan. Boleh jadi pula orang yang telah mendapatkan keluasan dan ketenangan fikiran dan dada itu dapat lebih mudah untuk menjadi manusia universal.



Dari sekian banyak metoda itu, lalu ada beberapa metoda yang menonjol. Ya…, wajar saja !!!. Karena di atas awan memang masih ada awan. Beberapa metoda yang menonjol itu lalu dipasarkan oleh pemrakteknya ke penjuru dunia. Dengan berbagai nama. Setiap nama itu mempunyai ciri khasnya sendiri-sendiri. Siapa tahu ada yang mau nyobain juga. Nah…, metoda-metoda yang sudah kita bahas di atas tadi adalah beberapa contoh saja diantara metoda-metoda yang ada.



Bahkan dalam agama Islam, selain praktek tarekat di atas, masih banyak metoda-metoda lainnya yang bisa dipakai. Misalnya puasa, zakat, sedekah, haji, yang tujuannya adalah untuk mengolah diri (tadzkiyatunnafs) agar bisa menjadi tenang. Shalat pun ternyata tujuannya adalah untuk membawa peshalat kepada suasana jiwa yang tenang itu, sehingga sang jiwa itu bisa tercegah dari badai fikiran dan rasa, yang dalam istilah agamanya disebut sebagai: “si peshalat bisa tercegah dari perbuatan yang keji dan mungkar”.



Jadi dalam semua praktek-praktek agama (agama apa saja) maupun praktek pengolahan dan penyucian diri yang begitu beragamnya itu, pada tatanan DIRI (NAFS) itu sendiri akan mempunyai dampak yang hampir sama. Semuanya menawarkan cara-cara untuk mencapai ketenangan diri, yang realitasnya adalah lepasnya sang diri dari jebakan badai fikiran di otaknya dan amukan perasaan di dadanya. Ya…, semua masih berada di kulit nafsul muthmainnah saja sebenarnya. Jadi barangkali wajar saja kalau ada yang orang memilih agama tertentu (bahkan sampai ada yang mau bertukar agama) atau memilih praktek pengolahan diri tertentu karena dia mampu merasakan MANFAAT dari apa-apa yang dia praktekkan dalam agama atau pengolahan dirinya itu.



Tapi kemudian muncul lagi pertanyaan. Setelah diri itu tenang, lalu diri itu mau diapain…???. Dan buat apa agama ini sebenarnya…???.





KULIT SANG AKU DIRI…!!



Pada jiwa yang tenang (universal) itu ternyata tetap saja masih “ada yang tahu”, yang sadar, bahwa diri itu sudah berada dalam wilayah ketenangan, bahwa diri itu sangat luas. Diri itu juga tahu bahwa yang melihat itu ternyata bukan mata, tetapi diri yang luas itu sendiri. Diri itu juga sadar bahwa yang mendengar itu ternyata bukan telinga, tetapi diri yang luas itu sendirilah yang mendengar. Jadi pada diri yang universal ini ada bentuk pengakuan, dimana pengakuan ini ternyata adalah rahmat yang diberikan oleh Allah buat semua manusia. Ya…, pada diri yang universal itu ada “aku”, yaitu “sang aku diri”. Dan sang aku diri inilah yang mengaku-ngaku, bahwa aku ini luas tak terbatas, aku ini damai, aku ini melihat, aku ini mendengar, aku ini tahu. Dan puncak dari pengakuan itu adalah: ”aku ini ada (exist) … !!!!”.



Karena merasa ada (exist), maka sang aku diri itu lalu punya keinginan…!.



Keinginan itu yang sangat dominan diantaranya adalah:



1. Sang aku diri “ingin” meninggalkan realitas ketubuhannya (MOKSA).



Pada keinginan seperti ini, sang aku diri ini merasa bahwa tubuhnya ternyata adalah unsur yang penuh dengan suasana yang tidak menyenangkan, sehingga sang aku diri ingin lepas dari tarikan sifat-sifat ketubuhannya. Lalu sang aku diri ini ingin lari dari realitas ketubuhannya menuju, misalnya, ke syurga. Karena sang aku diri ingin lari ke syurga, maka tidak jarang bayangan syurga itu seperti benar-benar datang menghampirinya. Padahal gambaran perjalanan ke syurga itu hanyalah sekedar memori-memori tentang syurga yang telah duluan bersarang di otak sang aku diri itu. Karena gambaran dan realitas tentang syurga itu hanya Allah dan Rasulnya sajalah yang tahu.



Begitu juga saat sang aku diri "ingin" bertemu dengan para malaikat, para nabi-nabi, dan orang-orang shaleh lainnya, maka semua wujud yang ingin ditemuinya itu akan datang silih berganti menjambanginya. Dan anehnya kualitas pertemuan itu kadangkala lebih hebat dan lebih spektakuler dibandingkan dengan cerita-cerita yang pernah ada.



Tak jarang dari pertemuan-pertemuan imajiner itu sang aku diri merasa bahwa dirinya diangkat oleh malaikat menjadi Nabi baru, menjadi utusan Tuhan yang suci di zamannya. Menjadi orang-orang yang terpilih. Dan kesemuanya itu seperti benar-benar terjadi, REAL, NYATA. Dan untuk lebih meyakinkan lagi, maka anehnya sang aku diri itu seperti mempunyai berbagai kelebihan yang mencengangkan pula.



Lalu sang aku diri itu menjadi sibuk dengan berbagai pandangan-pandangan, kalimat-kalimat, huruf-huruf, suara-suara, dan pertemuan-pertemuan dengan apa yang diinginkan oleh sang aku diri itu tadi. Pertemuan yang seperti apapun dengan siapa pun dan sesulit apapun seperti bisa terjadi dengan mudahnya. Lalu jadilah sang aku diri itu menjadi sangat sibuk….!!!.



2. Sang aku diri “ingin” bertemu dengan Tuhannya...!



Pada tingkat yang lebih rumit, sang aku diri itu ada pula yang "INGIN" bertemu dengan Tuhannya. Lalu sang aku diri itu berusaha pula melakukan perjalanan MI’RAJ (MOKSA) seperti yang disebutkan dalam uraian di atas. Akan tetapi ternyata realitas Tuhan tidak akan pernah bisa diketahui dengan kualitas MI’RAJ seperti itu. Kemana pun sang aku diri itu menghadap, yang ditemukannya tetap saja suasana luas tak terhingga dan tidak ada apa-apanya. KOSONG. Lalu sang aku diri itu merasa bahwa hanya dirinyalah yang ada. Hanya aku yang ada….!!!, dan aku diri itu lalu “merasa” menjadi Aku Yang Hakiki (Allah).



Dengan suasana seperti ini, maka kemudian muncullah pemahaman yang mengarah pada konsep dua menjadi satu. Adakalanya, sang aku diri merasa BERSATU dengan Sang Aku Hakiki (Allah). Adakalanya juga sang aku diri itu merasa bahwa Tuhan beremanasi, menjelma kedalam dirinya. Ya…, “sang aku diri” lalu merasa menjadi “Aku”…!!!, dan mulai ia mengaku : “Aku adalah Dia, Dia adalah Aku; Aku adalah kebenaran…, Ana Allah…, Maha Suci Aku…, dan berbagai pengakuan lainnya”.



Dan pengakuan pada wilayah kulit sang aku diri ini, apalagi bagi yang sampai masuk ke dalam suasana penuh keinginan seperti diatas, ternyata sangatlah menyiksa. Pengakuan di wilayah ini malah bisa melahirkan keangkuhan baru bagi kita, sebuah keangkuhan spiritual.





KEANGKUHAN SPIRITUAL … !!



Pada tatanan spiritual, tidak jarang muncul keangkuhan bagi pemrakteknya yang biasa disebut orang sebagai kaum spiritualis. Dalam agama Islam, keangkuhan spiritual ini diwakili, misalnya, oleh kelompok-kelompok yang berbau tasawuf atau kesufian terhadap kelompok lainnya yang dikelompokkan orang sebagai kelompok syariat (non spiritualis). Kaum spiritualis umumnya sangat meremehkan kaum syariat yang mereka anggap sebagai kumpulan orang-orang yang tingkat pemahaman agamanya hanya terbatas pada penerapan hukum-hukum formal saja. Sehingga adakalanya sang spiritualis itu sangat meremehkan sekali syariat agama yang ada. Syariat dianggap mereka hanya untuk orang-orang yang belum mencapai tingkatan pendakian spiritual.



Bahkan sang spiritualis dengan mudahnya melanggar syariat itu sendiri seperti, dia mabuk-mabukan, suka perempuan lain yang bukan istrinya, dan sebagainya. Karena sang spiritualis sudah merasa bahwa sang aku dirinya adalah kebenaran itu sendiri. Apapun yang dia lakukan, maka dia menganggap bahwa hakekatnya semua itu adalah kebenaran. Dalam istilah umumnya suasana spiritualis seperti ini dinamakan orang dengan wilayah sufi yang sedang HELAF.



Pada taraf tertentu pun, terutama bagi spiritualis yang sudah bisa menjalankan kesadarannya atau fikirannya “menembus alam-alam imajinasi”, tidak jarang pula mereka malah melecehkan syariat itu sendiri. Misalnya mereka tidak lagi melakukan shalat. Karena dengan teknik perjalanan rohaninya, sang spiritualis merasa bahwa dirinya telah shalat di Mekkah, padahal saat itu dia masih berada di daerahnya sendiri. Dan biasanya sang spiritualis itu sebaliknya malah bisa dzikir (wirid) dalam waktu yang sangat lama.



Atau bisa juga sang spiritualis tetap menjalankan shalatnya, akan tetapi adakalanya dia dalam shalatnya itu mengalami apa yang disebutnya sebagai fana, dimana di tengah-tengah shalatnya sang spiritualis mengalami suasana perjalanan (moksa) menemui Tuhan. Sang spiritualis itu terjatuh ketika shalatnya dan keadaannya berada dalam suasana seperti pingsan. Keadaan seperti ini yang diyakini oleh pemrakteknya sebagai fana, dapat berlangsung lama. Dan begitu kesadarannya kembali, maka dianggap selesai pulalah shalatnya. Dan pemrakteknya meyakini bahwa inilah tingkatan shalat yang paling tinggi. Dulu, sewaktu menjalani suluk di sebuah tarekat, saya pernah sebentar terjebak dalam suasana seperti ini. Akan tetapi setelah dikelupasi kulitnya seperti ini, ternyata istilah MI’RAJ dalam pengertian seperti ini sama persis dengan MOKSA dalam istilah agama lain.



Tidak jarang pula ada spiritualis yang hanya asyik masyuk dengan Tuhannya. Sehingga setiap saat sang spiritualis dibuat sibuk dengan keasyik-masyukkannya dengan Tuhan itu. Dan biasanya sang aku diri yang seperti ini bawaannya malas-malasan, tidak mau bekerja, inginnya menyepi terus ke tempat-tempat sunyi. Sehingga fungsi kekhalifahannya sudah nyaris hilang sama sekali. Dia menjadi sibuk dengan dirinya sendiri.



MENGAMBIL PELAJARAN…!!



Pada lapisan kulit sang aku diri ini, semua agama dan praktek-praktek riyadah (olah jiwa) boleh jadi masih berada dalam wilayah yang sama, yaitu wilayah sang aku diri. Dapatlah dikatakan bahwa kulit terakhir yang tersisa dari usaha mengupas kulit bawang spiritual ini adalah sang aku diri.



Sekarang pertanyaannya adalah:

“Sudahkah spiritual itu berakhir hanya sampai dikulit terakhir ini…??”.

“Apakah spiritual itu berhenti dipengakuan sang aku diri (nafs)… ini ??”.





MELEPAS KULIT TERAKHIR, KETIADAAN, FANA…



Berada dalam jerat pengakuan sang aku diri ini, tanpa disadari, sangatlah menyibukkan dan bahkan sangat menyiksa, bagi orang yang tinggal di wilayah ini. Padahal kalau orang sudah berada dalam kesadaran sang aku diri ini, dimana orang tersebut tidak lagi terpengaruh dengan berbagai ragam dan perbedaan pemikiran, termasuk perbedaan pemahaman keagamaan, maka sebenarnya tinggal SELANGKAH saja lagi tugas sang aku diri itu. Yaitu PENGEMBALIAN keakuan sang aku diri itu kepada Sang Aku Yang Sebenarnya, yaitu Aku Allah. Ya…, sang aku diri tinggal tidak mengaku saja. Runtuhnya pengakuan sang aku diri inilah yang disebut sebagai FANA yang hakiki. Artinya..., dengan kerendahan hati:


  • Sang aku diri tidak lagi mengaku luas. Kembalikan luas itu pada Tuhan, karena hanya Tuhanlah Yang Maha Luas. Biarlah Yang Maha Luas itu sendiri yang mengaku Luas.

  • Sang aku diri tidak lagi mengaku melihat. Kembalikan melihat itu kepada Tuhan, karena hanya Tuhanlah Yang Maha Melihat. Biarlah Sang Maha melihat itu mengaku bahwa Dialah yang mengalirkan rasa melihat kepada sang diri (nafs).

  • Sang aku diri tidak mengaku mendengar. Kembalikan mendengar itu kepada Tuhan, karena hanya Tuhanlah Yang Maha Mendengar. Biarlah Sang Maha Mendengar itu mengaku bahwa Dialah yang mengalirkan rasa mendengar kepada sang diri (nafs).

  • Sang aku diri tidak mengaku tahu. Kembalikan tahu itu kepada Tuhan, karena hanya Tuhanlah Yang Maha Tahu. Biarlah Sang Maha Tahu itu mengaku bahwa Dialah yang mengalirkan rasa tahu melihat kepada sang diri (nafs).

Proses sang aku diri untuk tidak mengaku-ngaku inilah sebenarnya makna lain dari "laa ilaaha illallah".

Tiada yang luas kecuali Dia Yang Luas.

Tiada yang melihat kecuali Dia Yang Melihat.

Tiada yang mendengar kecuali Dia Yang Mendengar.

Tiada yang tahu kecuali Dia Yang Tahu.

Tiada apa-apa yang ada kecuali Dia Itu Yang Ada.



Posisi TIDAK MENGAKU seperti ini persis sama dengan posisi tumbuh-tumbuhan, posisi gunung-gunung, posisi matahari dan bintang-bintang, posisi langit dan bumi, posisi alam semesta, posisi malaikat. Semuanya tunduk dan patuh kepada Kehendak Tuhan. Semua bersikap sebagai hamba yang selalu RELA, RIDHA menerima kehendak dan kemauan dari Tuhan, dan Tuhan pun rela dan ridha berhendak dan berkemauan kepada sang Hamba itu…



“… Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar". (Al Maidah 119, dan dibeberapa ayat lainnya).



Suasana wilayah SALING RIDHA antara Hamba dengan Tuhannya inilah yang bisa disebut sebagai wilayah FANA yang hakiki…!!. Dan FANA seperti ini ternyata ADA SUASANANYA, ADA REALITASNYA. Jadi bukan hanya sebatas kata-kata, kalimat-kalimat dan definisi-definisi dari otak kita.



Disamping itu, proses pengembalian keakuan sang aku diri ini haruslah dilakukan dengan tanpa daya dan tanpa usaha kita sendiri..., karena tiada daya dan upaya, kecuali hanya daya dan upaya dari Tuhan. Pengembalian yang hakiki itu hanya dan hanya bisa kalau kita DITUNTUN oleh Allah sendiri. Karena yang tahu tentang Allah, hanya Allah itu sendiri. Makanya kita selalu berdo'a dalam shalat kita: "Ya Allah..., tuntun saya...". Dan yang paling penting untuk kita luruskan dalam kita berdo’a ketika minta dituntun oleh Allah adalah: kita jangan sekali-kali mengarahkan do’a itu kepada benda-benda, bentuk-bentuk, bayangan-bayangan, dan persepsi-persepsi apapun.



Kalau pengembalian itu masih dengan daya dan usaha dari sang aku diri, maka namanya sang aku diri itu masih ada, masih eksis. Dan sang aku diri itu akan tersiksa sekali, tatkala do’a kita tidak bersambut, yaaa…, seperti kita-kita sekarang ini. Sehingga apa saja bisa berubah menjadi siksa. Beda pendapat jadi siksa. Beda agama jadi siksa. Beda suku jadi siksa.



Begitu juga kalau pengembalian keakuan sang aku diri itu diarahkan kepada benda-benda atau alam-alam, artinya kita mengarah kepada yang BUKAN pencipta alam semesta sendiri, maka kita akan dibuat sibuk oleh Allah dengan segala sesuatu yang bersifat kealaman itu.



Sebaliknya saat mana sang aku diri itu "bersedia" dibimbing oleh Allah untuk tidak mengaku, dan posisi tidak mengaku itu berhasil dia raih, artinya sang aku diri sudah tiada, FANA, maka yang ada tinggal hanya Yang Ada, Yang WUJUD, yaitu Aku Yang Hakiki (Allah). Aku yang bening dan merdeka, artinya Aku yang berkehendak dengan sendirinya. Pada posisi seperti ini, sang aku diri benar-benar hanyalah menjadi seorang HAMBA yang bersedia:


  • Otaknya "dipakai" oleh Allah untuk berkreasi dan menciptakan peradaban bagi umat manusia…,

  • Dadanya "dipakai" oleh Allah untuk mengalirkan kehendak dan kemauan-Nya,

  • Kelaminnya "dipakai" oleh Allah untuk proses pembiakan umat manusia.

Dan...., lalu kita hanya tinggal menjadi SAKSI SAJA atas perbuatan Allah, atas kehendak Allah, atas kreasi Allah, atas grand design Allah dalam meramaikan dan menata alam ciptaan-Nya ini. Sungguh tidaklah sia-sia semua ini berada di dalam genggaman Allah. Semua diatur-Nya, semua di tata-Nya, semua diurus-Nya tanpa henti. Walau kita tidak mau mengakui peran-Nya sekali pun, Dia tidak peduli. Dia akan Maha Sibuk dengan segala ciptaan-Nya, karena memang segala ciptaan-Nya itu hanya bergantung kepada-Nya …



Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan (Ar Rahman 29).



Dan Rasulullah Muhammad SAW, dengan kualitas diri Beliau seperti ini, dimana “sang aku” Beliau, sudah lenyap, Rasulullah ternyata menghadap kepada Allah dengan tidak membawa apa-apa. Tidak membawa ilmu, tidak membawa amal, tidak membawa ibadah, tidak membawa tahu, tidak membawa melihat, tidak membawa mendengar. Beliau semata-mata hanya sebagai HAMBA yang mau menjadi ALAT ALLAH untuk menjadi RAHMAT bagi alam semesta, rahmat bagi segenap umat manusia. Dan peletakan dasar-dasar bagi fungsi rahmatan lil a’lamin itu itu berhasil Beliau bangun.



Hanya sayang…, bahwa generasi-generasi penerus Beliau ternyata banyak yang tidak amanah…!. Sehingga akibatnya sekarang Islam itu seperti dilecehkan oleh dunia. Kasihan Rasulullah….!!!.



Lalu apakah kita juga mau ikut-ikutan menjadi generasi yang tidak amanah itu…?, Lalu apakah kita juga mau mewariskan ketidakamanahan itu berestafet kepada anak cucu kita…???. Padahal banyak sudah pelajaran yang muncul dihadapan kita atas tidak amanahnya kita dan generasi-generasi terdahulu itu. Begitu nyata akibat buruknya…!!. Lalu kenapa akibat buruk itu tidak kita jadikan sebagai bahan pelajaran buat kita untuk merubahnya kembali menjadi baik…??. Betapa sombongnya kita ini dengan tidak mau menjadi penyambung tangan Rasulullah, penyambung lidah Rasullah.





ADA YANG TIDAK KULIT BAWANG…, ADA …!!!



Setelah kulit terakhir sang aku diri ini dikelupasi, sehingga sang aku diri itu sudah kehilangan keakuannya, TIADA, FANA, maka yang tinggal hanya ADA…!, yang tidak sama dengan kulit bawang. Tidak ada kata seperti lagi pada ADA itu…!. ADA itu TIDAK seperti kulit bawang. Yang lain…, ya… TIADA. Sedangkan ADA itu TIDAK seperti apa-apa… !!. Tapi ADA…!!!!. ADA…!!!.



Maka akupun berseru kepada Sang ADA itu:

Subhanaka....!!!. Subhanaka…!!!, Subhanaka…!!.

Maha Suci Engkau…!!!. Maha Suci Engkau…!!!. Maha Suci Engkau…!!!.



Dan Sang Ada itu pun menjawab panggilanku:

Subhanii....!!!. Subhanii…!!!, Subhanii…!!.

Maha Suci Aku …!!!. Maha Suci Aku…!!!. Maha Suci Aku…!!!.



Dan akupun menegaskan lagi:

Laa ilaaha illaa anta..!!!, Laa ilaaha illaa anta…!!!. Laa ilaaha illaa anta…!!!.

Tiada Tuhan selain Engkau…, Tiada Tuhan selain Engkau…, Tiada Tuhan selain Engkau…,



Dan Sang Ada itu pun menjawab dengan ketegasan yang amat sangat:

Laa ilaaha illa Ana … !!, Laa ilaaha illa Ana … !!, Laa ilaaha illa Ana … !!

Tiada Tuhan selain Aku…!!!, Tiada Tuhan selain Aku…!!!, Tiada Tuhan Selain Aku…!!!



Lalu aku berlari merunduk-runduk dan mencoba melihat Wajah-Nya:

Laa ilaaha illa Huu … !!, Laa ilaaha illa Huu … !!, Laa ilaaha illa Huu … !!

Tiada Tuhan selain Dia …!!!, Tiada Tuhan selain Dia …!!!, Tiada Tuhan selain Dia …!!!,





Dan Sang Ada itu pun bernyata dihadapanku:

Ana Allah…!!, Ana Allah …!!, Ana Allah …!!,

Aku Tuhan…!!, Aku Allah…!!!. Aku Allah…!!!



Dan akupun menyambutnya dengan kegembiraan:

Huu …!!, Huu …!!, Huu …!!,

Dia…!!, Dia…!!!, Dia…!!!.



Dan Tuhan-ku lalu menyambutku dengan mesra:

Innani Ana…!!, Ana…!!, Ana…!!, Ana…!!,

Ini Aku….!!, Aku….!!, Aku….!!, Aku…………….



Lalu akupun tenggelam dalam pandang memandang dengan Tuhanku …!!!!.

- - - - - - - - !!!, - - - - - - - - - !!!, - - - - - - - - - !!!,

Diam……., Hening…………………………………………….

…………………………………………………………………………

………………………………………………………………….……..





SANG PENANAM BAWANG…



Lalu Tuhanku pun menyusupkan pencerahan-Nya kedalam dadaku:



Sebelum ada apa-apa….,

Yang ada adalah Wajah Tunggal Yang Meliputi,

Waktu itu masih alam AHADIAT, tidak ada rupa tidak ada warna.

Kemudian alam WAHDAT, semua tumbuh dari Yang Tunggal.

Kemudian Allah punya sir (kemauan):



Aku ini perbendarahaan tersembunyi,

kemudian Aku ingin dikenal,

Kemudian Aku menciptakan makhluk-Ku,

Dengan Allah-lah mereka mengenal Aku. (hadits qudsi)



Dari sebuah keheningan dan kesenyapan abadi, Aku lalu “mengalirkan” segala kehendak-Ku untuk merenda alam semesta, untuk merangkai kehidupan, untuk menganyam kebudayaan umat manusia. Kemudian Aku bersabda: Kun… Jadilah…!!!, Kun fayakun… maka jadilah…!!!.



Kehendak-Ku itu lalu Aku alirkan kedalam “rumah tempat-Ku berkehendak”, yaitu dada hamba-hamba-Ku, sehingga seakan-akan hamba-Ku itulah yang punya kehendak untuk membangun peradabannya sendiri; sehingga seakan-akan hamba-hamba-Ku itu punya kehendak untuk berkembang biak demi melanjutkan keturunannya. Padahal sebenarnya dari Aku lah semua kehendak dan keinginan itu.



Lalu Ku alirkan kedalam “rumah tempat-Ku mencipta”, yaitu otak hamba-Ku segenap sarana, fasilitas, dan kemampuan untuk mewujudkan kehendak-Ku dalam membangun peradabannya itu. Aku aliri otak hamba-hamba-Ku dengan rencana-rencana, dengan rancangan-rancangan, dengan perhitungan-perhitungan; sehingga seakan-akan hamba-hamba-Ku itu bisa merencana, bisa merancang, bisa mencipta dengan sendirinya; sehingga hamba-hamba-Ku itu seperti bisa membangun, bisa merombak, bisa menanam peradabannya sendiri; sehingga hamba-hamba-Ku itu seperti serba bisa ini dan itu…, serba ramai….!!!. Padahal sebenarnya Aku lah yang membangun semua itu, karena memang Aku adalah Sang Grand Designer kesemuanya itu.



Lalu Ku alirkan juga kedalam “rumah tempat-Ku mengembang biakan manusia”, yaitu kelamin hamba-hamba-Ku, segenap sarana, fasilitas, dan kemampuan untuk mewujudkan kehendak-Ku dalam menjaga keturunan umat manusia. Di rumah pembiakan-Ku itu telah Aku siapkan rasa enak, Aku siapkan libido, Aku siapkan daya, Aku siapkan juga Rahim. Aku telah siapkan semua, sehingga seakan-akan manusia itu seperti bisa berbiak dengan sendirinya. Padahal Aku lah Sang Pembiak itu yang sebenarnya.



Tapi ingatlah wahai hamba-hamba-Ku, Aku ini sangatlah pencemburu. Jadi janganlah kalian wahai hamba-hamba-Ku sibuk dengan kulit-kulit bawang itu. Karena kalau kau sibuk dengan kulit-kulit bawang itu, maka kau akan menjadi hamba dari kulit bawang itu, kau akan dibuat sibuk oleh kulit-kulit bawang itu sehingga kau menjadi lupa kepada-Ku.



Maka…, agar kalian wahai hamba-hamba-Ku tidak sibuk dengan kulit bawang itu, Ku-buatkan rasa perih dimatamu setiap kali kalian mengupasnya, sehingga kalian tidak sanggup lagi memandangnya berlama-lama. Lalu Ku-buatkan pula rasa enak saat kalian memakannya, sehingga kalian ingin buru-buru menggorengnya, dan kemudian menikmatinya. Ya… kalian hanya tinggal menikmati saja RASA kulit bawang itu…!!!.



Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang akan kamu dustakan wahai hamba-hamba-Ku …?.

Maka dengan pengajaran seperti apa lagi kalian bisa mengerti wahai hamba-Ku…??.



Jadi lihatlah…, Aku lah Sang Penanam bawang itu, dan Aku pulalah yang menjadikan bawang itu mempunyai kulit berlapis-lapis. Semua itu Ku ciptakan untuk kalian, agar kalian wahai hamba-hamba-Ku bisa memetik pelajaran dari setiap kulit bawang yang ku buat itu, sehingga kau bisa menyadari keberadaan-Ku. Adalah dari Ku kesemuanya itu. Aku lah sumber dari segala sesuatunya. Aku lah sumber keberadaan. Karena Aku lah Sang ADA…..!!. Aku lah Allah…..!!!.



Innanii Ana Allah, Laa ilaaha illaa Ana, Fa’budni, wa aqiimishshalata lidzikri, Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (Thahaa 14).





Maka akupun “datang” merunduk-runduk kepada-Nya, akupun bersimpuh dihadapan-Nya, akupun sujud dan menyembah kepada-Nya, dan akupun memuja kepada-Nya:



Subhanallah

Alhamdulillah,

Laa ilaha illallah,

Allahu Akbar,

Laa haulaa wala quwaata illa billahil ‘aliyyil ‘adhiem,


ShoutMix chat widget


.