Sabtu, 11 Juni 2011

Martabat Tujuh di dalam mencari Tuhan

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh

Istilah ajaran martabat tujuh, tidak pernah dikenal pada masa
Rasulullah, beliau tidak mengajarkan secara khusus. Ajaran martabat
tujuh didalam tasawuf merupakan perkembangan dari ilmu tauhid yang
diajarkan oleh Rasulullah. Kedudukan ilmu ini sama halnya dengan
mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, filsafat, ilmu dirayah hadist,
riwayah hadist, ilmu Alqur'an dan ilmu tafsir (ilmu-ilmu ini tidak
pernah diajarkan oleh Rasulullah secara khusus), akan tetapi ilmu-
ilmu ini merupakan pembahasan yang mengacu kepada dasar yang telah
diajarkan oleh Rasulullah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan ilmu-ilmu itu muncul.

Hadist Rasulullah, yang merupakan qauli (ucapan), fi'li (perbuatan)
dan taqriri (ketetapan), ditulis oleh para periwayat hadist secara
sederhana, sehingga tidak semua orang mampu mengerti kedalamannya.
Dengan bahasa yang digunakan oleh Rasulullah banyak diantara sahabat
yang bukan orang asli Arab setempat tidak mengerti maksudnya. Hal ini
disebabkan gaya bahasa yang disampaikan terlalu tinggi balaghahnya
(biasanya sering menggunakan bahasa perumpamaan), yang terasa sulit
bagi kita untuk mengerti, akan tetapi pada saat itu para sahabat bisa
langsung bertanya kepada Rasulullah apabila ada kalimat yang tidak
bisa difahami.

Persoalan kadang juga muncul karena ada kata yang bersifat musytarak
( satu kata banyak arti ), sehingga sulit bagi generasi setelahnya
untuk menentukan makna yang sebenarnya seperti kata lamastum (Qs: An
Nisa':43) yang memiliki dua arti yaitu menyentuh dan bersetubuh .

Kemudian di bidang Hadist, ..banyak para periwayat tidak menggunakan
bahasa yang redaksinya berasal dari Rasulullah. Setelah mereka
melihat perilaku Rasulullah, lalu mereka menulis redaksi hadist
tersebut dengan bahasanya sendiri, sedangkan kita tahu bahwa setiap
periwayat tidak semuanya berasal dari orang-orang Arab setempat, akan
tetapi ada yang berasal dari Yaman, Madinah, Persia dan kaum Baduy
yang berasal dari pegunungan, yang kesemuanya itu memiliki dialek
yang berbeda.

Oleh karena itu wajarlah hikmah itu muncul dengan adanya ilmu-ilmu
seperti ilmu balaghah, ilmu Bayan, ilmu ushul Fiqh, ilmu Dirayah,
Riwayah, mustalahul hadist, ilmu tauhid dll.

Dengan demikian kita boleh menerima apa yang datang dari gagasan
ulama masyhur, selama tidak bertentangan dengan Alqur'an dan Al
hadist. Salah satunya tentang ajaran Martabat Tujuh. Tetapi apabila
kita tidak setuju dengan pendapat ulama tersebut, sebaiknya kita
menjadikan ilmu tersebut sebagai wacana keilmuan Islam yang
berkembang .

Ajaran martabat tujuh di susun oleh Muhammad Ibn Fadhilah dalam
kitabnya Al Tuhfah al Mursalah ila Ruhin-Nabi. Dalam kitab ini
diterangkan bahwa Dzat Tuhan merupakan Wujud Mutlak, tidak dapat
dipersepsikan oleh akal, perasaan, khayal dan indera.. Dzatullah
sebagai aspek bathin segala yang maujud (ada), karena Tuhan meliputi
segala sesuatu (Lihat surat Fushilat :54) dan untuk bisa memahami
wujud Tuhan yang sebenarnya secara transenden harus setelah
bertajalli sebanyak tujuh martabat yakni :

1.. Martabat Ahadiyat, yaitu martabat la Ta'yun dan ithlaq. Ialah
tahap yang belum mengenal individuasi, inilah martabat yang
tersembunyi (kosong), karena belum ada ide-ide, namanya Dzat Mutlak.
Hakikat ketuhanan.tak seorangpun dapat meraih-Nya, bahkan nabi-nabi
dan wali-walipun tidak. Para malaikat yang berdiri dekat Allah tidak
dapat meraih hakikat Yang Maha Luhur, tak seorangpun mengetahui atau
merasakan hakikat-Nya. Sifat-sifat dan nama-nama belum ada, sebuah
manifestasi yang jelaspun belum ada. Hanya Dialah yang ada dan nama-
Nya ialah " wujud makal" Dzat Yang langgeng, hakikat segala hakikat.
AdaNya ialah kesepian atau kekosongan ( kosong tapi ADA). Siapakah
gerangan yang tahu akan hal keadaan ini?
Diantara semua martabat, tak ada satupun yang melebihi martabat ini
yang bernama ahadiyah. Semua martabat lainnya berada dibawahnya.

2.. Martabat kedua bernama Martabat ta'yun awal ( awal kenyataan).
Pada tahap wahdah ini mulailah individuasi. Inilah kenyataan Muhammad
yang tersembunyi di dalam rahasia Tuhan, didalam cara-cara berada
dzatNya. Semua kenyataan belum terpisah antara yang satu dengan yang
lainnya, karena masih terikat satu sama lain dalam cara-cara berada
itu. Antara ide yang satu belum ada perbedaan dengan ide yang lain,
karena masih tersembunyi di dalam wahdat. Mereka masih terkumpul di
dalam (kenyataan) Muhammad yang merupakan awal pemancaran cara-cara
berada hakikat sejati. Yang dinamakan wahdah ialah hakikat Muhammad,
semua hakikat masih berkumpul dalam martabat wahdah dan belum
terpisah-pisah. Martabat wahdah ini dapat di ibaratkan dengan sebutir
biji; batang, cabang-cabang dan daun-daunnya masih tersembunyi di
dalam biji itu dan belum terpisah-pisah. Batang, cabang-cabang dan
daun-daun melambangkan engkau, aku, mereka, sedangkan bijinya tunggal
(wahdat)




Masih ada perumpamaan lain, yaitu tinta dalam wadahnya. Semua huruf
terkumpul di dalam tinta, huruf yang satu belum dibedakan dari huruf
lain. demikian juga dalam wahdah semua huruf, tuhan dan kita, sebelum
terpisahkan

Dari tinta inilah segala sesuatu itu terjadi, gambar rumah, gambar
gunung, gambar manusia , batu, angin dan bentuk-bentuk lainnya. Dan
Tinta itu bukanlah yang menulis, akan tetapi Dialah Yang
menggerakkan, Yang hidup, Kuasa, Yang Gagah, dengan demikian
muncullah sifat-sifat "siapa" yang menggoreskan tinta itu. Bisa
ditarik kesimpulan bahwa sifat bukan hakikat ketuhanan akan tetapi
sifat adalah yang bersandar kepada Dzat Tuhan. Sesuatu yang bersandar
kepada Dzat bukanlah Tuhan, kedudukannya sama halnya dengan tanaman,
pohonan, gunung, surga dan neraka, karena semua muncul karena adanya
Dzat yang Hidup, dzat-lah Yang menggerakkan semua ini.

Mengetahui Martabat ini disebut wahdat dan hakikat kemuhammadan atau
Nur Muhammad artinya cahaya yang penuh pujian Tuhan. Inilah permulaan
segala sesuatu, sehingga Allah bisa disifati karena Ia Yang
Menciptakan (Al Khaliq), Yang Memelihara (Al hafidz), Yang Perkasa
(Al Jabbar), Yang Maha Kuat (Al qawwiyu), Yang Hidup (Al Hayyu) dst,
sedangkan sifat itu sendiri bergantung kepada sang Dzat (tidak
berdiri sendiri ), oleh karena itu Islam melarang berhenti kepada
sifat. Karena sifat itu bukan Dzat itu sendiri. dan untuk mengetahui
Dzatullah harus meninggalkan sifat-Nya (mengembalikan kepada martabat
pertama, yaitu keadaaan hakikat Tuhan yang belum ada apa-apa ) karena
sifat merupakan sesuatu yang bergantung (membutuhkan sandaran) Dan
sifat Allah itu masih bisa dirasakan oleh makhluk-Nya seperti Ar
Rahman (Pengasih) Ar Rahiem (Penyayang), Al Qawiyyu ( Kuat) sedangkan
sifat itu muncul karena persepsi sang hamba (inna dzanni 'abdi, Aku
tergantung persepsi hamba-hamba-KU)

Hal ini digambarkan oleh kaum Hindu sebagai Trimurti (tiga sifat
Tuhan yang tidak terpisahkan), yaitu sifat Tuhan Hyang Widi Wasa,
dimana ketiga sifat itu tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya yaitu Dewa Brahma (Pencipta/ Al Khaliq), Wisnu ( Pemelihara/
Al Hafidz), Siwa ( Perusak atau pelebur/ Al Jabbar). Kaum Hindu
menyadari bahwa Tuhan yang sebenarnya tidak bisa digambarkan dengan
pikiran, tidak bisa diserupakan dengan yang lainnya, Aku berada
dimana-mana diseluruh alam semesta dalam bentuk-Ku yang tidak
terwujud (tidak bisa dibayangkan). Semua makhluk hidup berada didalam
diri-Ku(liputan-Ku) tetapi Aku tidak berada di dalam mereka (
Bhagavat Gita Sloka 9.0 ) dan tidak boleh menyembah sifatnya seperti
tercantum dalam kitab Bhagavat Gita sloka 9.25 : Yanti deva-vranta
devan pitrn yanti pitr-vantrah, bhutani yanti bhutejya , yanti mad-
yajino 'pimam artinya : orang yang menyembah dewa-dewa akan
dilahirkan diatara para dewa , orang yang menyembah leluhur akan
pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan
dilahirkan ditengah-tengah makhluk-makhluk seperti itu. Dan orang
yang menyembah-KU akan hidup bersama-Ku.

Begitu jelas ajaran hindu melarang menyembah dewa-dewa atau sifat-
sifat seperti Brahmana, wisnu dan siwa, akan tetapi mereka membatasi
diri terhadap sifat-sifatnya saja, mereka menyadari manusia tidak
akan pernah sampai kepada Dzat Mutlak tersebut kecuali para Guru
Suci, kaum Brahmana yang memiliki kasta lebih tinggi dari pada kaum
Sudra danVaisa

Sebaliknya Islam menyempurnakannya dengan langsung kepada Dzatullah,
tidak berhenti kepada sifat-Nya ,yaitu dengan menafikan (mengabaikan)
segala sesuatu kecuali Allah. Laa ilaaha illallah .atau laa syai'un
illallah ( tiada sesuatu kecuali Allah) juga terdapat dalam Surat
Thaha:14 innanii Ana Allah, laa ilaaha illa ANA, fa'budnii ,
sesungguhnya AKU ini Allah, tidak ada Tuhan selain AKU maka sembahlah
AKU dan dirikanlah Shalat untuk Menyembah AKU !!

Jelas dengan tegas bahwa Allah mengarahkan kita untuk menyembah DZAT-
NYA bukan Nama-Nya bukan Sifat-Nya. Itulah bedanya kaum Hindu dengan
Islam. Islam tidak mengenal perantara, seperti tercantum dalam Surat
Al; An'am 79 : Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada wajah Dzat
Yang Menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (aku tidak melalui
perantara siapapun). Ditegaskan dalam Baghavat Gita sloka 2.61 :
orang-orang yang mengekang dan mengendalikan indriya-indriya
sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya Kepada-KU , dikenal
sebagai orang yang mempunyai kesadaran yang mantap !!


1.. Martabat ta'yun kedua, atau wahidiyat. Yaitu kesatuan yang
mengandung kejamakan, tiap-tiap bagian telah jelas batas-batasnya.
Sebagai hakikat manusia. Ibarat ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu
secara terperinci, sebagian terpisah dengan lain.
Ketiga martabat tersebut bersifat bathin dan ilahi, terjadi
semenjak dari qadim. Urutan kejadian dari ketiganya bersifat akal,
bukan perbedaan jaman. Dari ketiga martabat bathin muncullah tiga
martabat lahir.

2.. Martabat alam arwah. Merupakan aspek lahir yang masih dalam
bentuk mujarrad dan murni.
3.. Martabat alam mitsal, ibarat sesuatu yang telah tersusun dari
bagian-bagian, tetapi masih bersifat halus, tidak dapat dipisah-
pisahkan.
4.. Martabat alam ajsam (tubuh) Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan
tersusun secara marteriil telah menerima pemisahan dan dapat dibagi-
bagi. Yaitu telah terukur tebal tipisnya.
5.. Martabat Insan, mencakup segala martabat diatasnya, sehingga
dalam manusia terkumpul tiga martabat yang sifat bathin dan tiga
martabat lahir.
Kalau kita perhatikan ajaran martabat tujuh, pada dasarnya adalah
mengungkapkan secara berurutan asal muasal kejadian manusia maupun
alam semesta. Didalam pengurutannya Syekh Muhammad Ibnu Fadhilah
menempatkan Dzat sebagai hakikat dari segala sesuatu. Karena itu Dzat
disebut sebagai la ta'yun tidak bisa dikenal hakikatnya. Keadaan-Nya
tidak kenal penyebutan karena segala persepsi tidak bisa
menggambarkan keadaan-Nya. Keadaan yang masih belum ada apa-apa,
masih awang uwung (ithlaq ), yang wilayah ini digambarkan oleh Al
Qur'an sebagai orang yang pingsan ( suatu keadaan yang di alami oleh
Nabi Musa As, lihat QS: 7:143)

Inilah objek yang kita tuju, bukan kepada sifat dan Nur-Nya. Kepada
Dzat itulah kita kembali innalillahi wa inna ilaihi raaji'uun, kita
memuja, bersujud, kita bergantung !!

Kesadaran ketuhanan ini jarang sekali dipahami masyarakat kita dengan
baik, karena sudah dihambat oleh para pengajar (ustadz), bahwa kita
tidak boleh langsung kepada Tuhan. Karena Tuhan itu suci, maka harus
melalui perantaranya, atau kita hanya sampai kepada cahaya-Nya.
Pendapat ini sering bercampur dengan ajaran hindu yang memang
mengajarkan hal serupa yaitu harus melalui birokrasi ketuhanan (
wasilah)

Oleh karena itu, apabila manusia dapat mengembangkan kehidupan
rohaninya, sehingga dapat memperhatikan ke tujuh martabat tersebut,
maka dia akan menjadi manusia sempurna (insan kamil). Sedangkan insan
kamil yang paling tinggi dan yang paling sempurna adalah Nabi
Muhammad SAW.

Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut,
adalah paham pantheisme-monoisme. Menurut Muhammad Ibn Fadhilah,
bahwa segala yang ada ini dari segi hakikat adalah Tuhan, sedangkan
dari segi yang kelihatan secara lahir bukan Tuhan. Sebagai tamsil
misalnya uap, air, es, salju dan buih, dari segi hakikat adalah air.
Akan tetapi dari wujud lahir bukan air .

Untuk sedikit memahami ajaran ini, saya akan mengajak anda keluar
ruangan dan memperhatikan sebuah pohon kacang hijau yang baru tumbuh
(kecambah), atau pohon apa saja yang anda lihat di depan rumah anda.
Mari kita perhatikan dengan seksama !!

Berasal dari sebuah biji yang kecil lalu tumbuh bergerak menjadi
batang yang tinggi, menjadi pucuk daun, menjadi ranting, menjadi
akar, lalu mati ...biji-biji yang lainnya akan berlaku sama seperti
itu.., kemudian anda perhatikan Bumi bergerak , bulan bergerak, atom-
atom bergerak pada aturan yang harmoni... kemudian anda pandangi
seluruh alam semesta, pandangnlah dengan hening .lihatlah alam
itu .semuanya bergerak serentak dengan rencana yang baik dan
sempurna, ia tidak berdaya mengikuti kemauan yang tidak bisa
dibendung dari dalam ..mereka pasrah terhadap gerak yang Yang
menggerakkan, mereka tidak bisa menolaknya ..ada sebuah gerak yang
meliputi seluruh alam yang tidak kelihatan, yang tidak bisa dijangkau
oleh mata dan perasaan. Akan tetapi gerak itu tampak sekali dengan
jelas sehingga bumi itu bergerak, matahari bergerak, tumbuhan
bergerak, jantung kita bergerak, atom-atom bergerak. SEMUA MENGIKUTI
GERAK HAKIKI, bukan kehendak kita . lihatlah sekali lagi dengan
seksama, anda akan melihat Yang Menggerakkan, Yang Hidup, Yang Nyata
( Dhohir), Yang Tersembunyi ( Bathin), dan Dialah Yang tidak bisa
dijangkau oleh kata-kata dan sifat.

Dan bersujudlah kepada yang Tampak itu, bukan kepada alam semesta
yang fana, yang bergantung kepada Sang Hidup, anda akan melihat semua
alam bersujud dengan caranya masing-masing kemudian semuanya
bertasbih dengan bahasanya yang khusus .

Kemudian lihatlah yang menggerakkan jantung anda, jangan lihat
jantungnya. tetapi yang menggerakkan itu, yang amat dekat itu, yang
hidup itu, yang kuasa itu, yang lebih dekat dari jantung anda
sendiri !! maha suci Engkau..maha suci Engkau..maha Suci Engkau.

(di sarankan apabila anda belum memahami hal ini, jangan diteruskan .
saya tidak berani mengupas lebih dalam mengenai hakikat takut salah
persepsi . Atau ini cukup dijadikan wacana dan bahan renungan . akan
tetapi jika anda penasaran ingin sampai mencapai keadaan tersebut
sebaiknya di rencanakan dengan baik agar kita memulai dari yang
paling dasar dari sisi keTuhanan dan tidak sekedar main-main
mempelajari ilmu hakikat ini apalagi hanya untuk sekedar tahu )

Mudah-mudahan dengan bahasan ini akan mengawali perjalanan kita lebih
baik setelah mengerti Dzat dan arah beragama kita, bukan bergejolak
dalam retorika ilmu tauhid yang tidak ada habisnya. Akan tetapi mari
kita jalani sampai memasuki hakikat yang sebenarnya !



Kesimpulan
Apakah di dalam ajaran tasawuf para sufi harus melalui martabat
tujuh ?

Jawab:

Tidak wajib .Akan tetapi disarankan memiliki wawasan ketuhanan yang
baik agar kita tidak mudah taqlid kepada orang yang menyelewengkan
ajaran ini. Ajaran Martabat tujuh ini baik untuk pegangan atau
referensi di dalam perjalanan menuju Tuhan. disamping ilmu-ilmu yang
lainnya sebagai pendukung.
Firman Allah : Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan
sungguh-sungguh menuju Tuhanmu , maka pasti kamu akan menemui-Nya (
QS . Al Insiqaaq:6)

Tidak ada komentar:


ShoutMix chat widget


.