Senin, 13 Juni 2011

Sebenarnya Hanya Ada RUH dan NAFS.


Umat Islam memang sudah punya terlalu banyak ilmu tentang manusia dan Tuhan, yang kadang-kadang hasilnya malah membingungkan kita sendiri. Misalnya, kita dengan sangat mudah menemukan buku-buku atau uraian-uraian tentang:
 

Nur 'alan Nur, Nurullah, Nur Muhammad, Nur insani, Nur'aini

RUH, JIWA, QALBU (HATI), PIKIRAN, AKAL, Nafsul ammarah, Nafsul Lawwamah, Nafsul Muthmainnah. Dan sebagainya.

Akhirnya kita semua bingung-ngung-ngung dibuatnya. Katanya semuanya itu adalah pelajaran dan kajian hakekat. Yang namanya Hakekat itu ya harusnyakan membawa kita kepada kesederhanaan, tidak ruwet dan tidak bingung. Ehh..., belajar hakekat malah kita kok jadi tambah bingung...?.

Belajar Hakekat itu kan artinya adalah untuk sampai kepada pengertian: "Begini lho yang sejatinya..., begini lho yang sederhananya...", dan sebagai hasilnya kita tinggal senyum-senyum saja lagi.

Nah..., semua istilah-istilah diatas itu tadi sebenarnya adalah istilah-istilah dari para profesor dan ilmuan hakekat yang memang telah mencoba menguraikannya sesuai dengan pamahaman beliau-beliau itu sendiri. Jadi boleh jadi uraian beliau-beliau itu hanya cocok dan dimengerti oleh mereka itu sendiri. Tinggallah kita-kita ini melongo dan clingak-clinguk saja dibuatnya dalam kebingungan.

Kalau kita perhatikan di dalam Al Qur’an, sebenarnya hanya ada ALLAH dan ada ALAM SEMESTA. ALLAH adalah MAHA SUMBER, MAHA PENYEBAB dari apapun yang terjadi pada ALAM SEMESTA ini.

Misalnya…, Ada cahaya, maka Allah adalah Sang Pemberi Cahaya (Nurun ‘alan Nur) itu. Jadi Allah bukanlah cahaya itu sendiri. Tapi Dialah Sang Penyala cahaya itu. Ini bisa dicontohkan seperti di dalam sebuah ruangan yang gelap, lalu saya nyalakan sakelar listrik, maka lalu ruangan itu jadi bercahaya dan terang benderang. Saya adalah sang penyala listrik. Karena perbuatan sayalah ruangan gelap itu tadi menjadi bercahaya. Akan tetapi saya tidaklah sama dengan cahaya itu sendiri.

Alam semesta ini adalah gelap gulita yang sempurna. Lalu karena ADA yang punya Cahaya, maka Alam semesta ini lalu menjadi terang benderang. Cahaya yang menerangi itu lalu ada yang mengistilahkannya dengan NURULLAH, CAHAYA TUHAN. Cahaya Tuhan itu seperti apa, ya Nurun ‘alan Nur, cahaya diatas cahaya. Nggak sama dengan cahaya itu sendiri. Seperti sebuah senter, cahaya senter itu ada karena ada yang menghidupan senter itu. Jadi ADA yang diatas senter. Jadi NURULLAH itu seperti APA…?, Ya ndak seperti apa-apa, artinya nggak usah kita pikirkan. Tinggal kita menghadap saja kepada Yang tidak seperti apa-apa itu.

Sedangkan Nur Muhammad, Nur Insani, hanyalah istilah-istilah saja yang dibuat orang. Kalau mau dipakai atau nggak ya terserah kita saja. Toh kita juga nggak tahu persis. Memang ada orang yang dengan berzikir dan bermeditasi bisa menemukan cahaya yang sangat cemerlang. Tapi yang namanya cahaya, yang masih bisa dipersepsikan, namanya ya masih ALAM. Lalu kenapa kita harus berhenti di ALAM…?. Kenapa kita tidak teruskan kesadaran kita kepada Sang Pembuat Alam…?.

Jadi pada tingkatan MAKRO KOSMOS, ada ALLAH dan ada ALAM. Sebutlah alam apa saja, maka alam itu PASTI BERSANDAR kepada Allah. Alam itu DILIPUTI oleh DZAT ALLAH. Makanya ALAM itu disebut juga sebagai AYAT, TANDA-TANDA adanya ALLAH. Banyak orang yang hanya terpesona dengan tanda-tanda Allah, banyak juga orang yang sibuk hanya dengan ayat-ayat Allah itu, namun mereka tidak mampu meningkatkan kesadaran mereka akan tempat bersandarnya alam itu, yaitu Allah. Makanya orang yang tidak mampu meningkatkan kesadarannya kepada ALLAH hanya karena tertahan oleh tanda-tanda, ayat-ayat Allah itu disebut sebagai orang yang TERCOVER, TERHIJAB, atau dalam bahasa Arabnya KAFIR.

Seorang ilmuan (dalam bidang apa saja) yang yang asyik dengan segala tanda-tanda Allah yang dia amati tanpa dia mampu untuk menyadari Allah, maka ilmuan tersebut disebut juga sebagai ilmuan tercover. Jadi gampang sekali kok untuk berada dalam wilayah ketercoveran itu.

Makanya Al Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191 menjelaskan ciri dari ilmuan hakiki (sebenarnya) yang disebut sebagai ULUL ALBAB yang intinya adalah: “Ilmuan tersebut sadar kepada Allah yang punya seribu satu tanda-tanda dan ayat-ayat, lalu dia amati dan pelajari tanda-tanda itu, dan menemukan hasil yang bermanfaat atas tanda-tanda itu, dan kemudian dia kembali mengangkat kesadarannya bahwa semua itu adalah karena ada ALLAH”. Karena kita kembali menyandarkan kesadaran kita kepada Allah, maka pemanfaatan hasil pengamatan itu pastilah sama dengan kehendak Allah. Jadi bukan lagi hanya atas kehendak atau dorongan nafsu (hawa un nafs).

Kemudian pada diri manusia, sebenarnya hanya ada RUH dan NAFS.

RUH adalah wujud yang suci milik Allah, dari Allah yang kemudian dipanggil oleh Allah sebagai RUH-KU. Seyogyanya, seharusnya RUH inilah yang bertindak sebagai KUSIR, sebagai PENGENDALI atas NAFS. Sang Kusir ini dipanggil dengan berbagai Nama: yaitu BASHIRAH, AKU, RUH, RUH (milik) TUHAN. Dan mengenai RUH ini hanyalah Allah sang empunya saja yang TAHU dengan pasti. Kita hanya diberi tahu sedikit sekali. Ayatnya juga hanya 10 ayat (saya belum ngeceknya).

Sedangkan NAFS adalah INSTRUMEN (ALAT) tempat Sang AKU berkreasi, melihat, mendengar, berfikir, merasa, berkembang biak, dan sebagainya, termasuk sifat-sifatnya juga. NAFS ini juga dipanggil dengan berbagai julukan. Misalnya, si Qalbu, si HATI yang artinya si bolak balik. Bisa juga dipanggil Si Jiwa yang diambil dari bahasa sansekerta. Atau dipanggil dengan Si Tubuh dengan seluruh bagian-bagiannya. Semua panggilan-panggilan itu ya mengarah ke NAFS juga.

Lalu…, SIFAT NAFS yang terbolak-balik disebut juga HATI (QALB). Nafs yang masih selalu bergejolak dipanggil sebagai NAFSUL AMMARAH. Sedang Nafs yang selalu bolak-balik (bersifat QALBU) disebut juga NAFSUL LAWWAMAH (kadang baik, kadang buruk, kadang menyesal). Kemudian…, Nafs yang sudah tidak bergejolak, yang sudah tenang, luas, damai, dan bahagia disebut juga sebagai NAFSUL MUTHMAINNAH.

Karena yang disiksa, yang masuk neraka, yang bahagia, dan yang masuk syurga adalah Sang NAFS ini, ayatnya juga sangat banyak di dalam Al Qur’an.

Nah…, saat NAFS yang masih bergejolak (AMMARAH), dan termasuk juga yang masih bolak-balik (LAWWAAMAH) MENGAKU, SOMBONG, ANGKUH, maka saat itu pulalah akan timbul berbagai penderitaan dan siksa pada manusia itu sendiri maupun bagi orang lain. Siksa itu tidak hanya didunia ini akan tetapi juga akan mengalir sampai ke akhirat.

Akan tetapi tatkala Sang NAFS sudah berada pada sifat TIDAK BERGEJOLAK, artinya sudah tenang, damai, luas, lapang, bahagia, maka Sang NAFS disebut juga sudah berada dalam kesadaran RUH. Jadi NAFSUL MUTHMAIINNAH itu adalah NAFS yang sudah berada pada KESADARAN RUH. Kesadaran MAKRO KOSMOS. Atau disebut juga dengan NUR INSANI. Makanya Sang Nafsul Muthmainnah ini tidak akan pernah berada dalam posisi kesombongan, keangkuhan sedikitpun. Sang Nafs sudah tidak mengaku-ngaku lagi, karena Sang Nafs menyandarkan pengakuannya semata-mata kepada Allah.

NAFS yang sudah berada pada KESADARAN RUH akan selalu BERKATA dengan PENUH SADAR (BUKAN NGELINDUR), bahwa :

Aku melihat…, Oooo…, melihat-ku ini adalah anugerah dari Allah…!.

Aku mendengar…, Oooo…, mendengar-ku ini adalah anugerah dari Allah…!.

Aku tahu…, Oooo…, tahu-ku ini adalah anugerah dari Allah…!.

Aku bisa…, Oooo…, bisa-ku ini adalah anugerah dari Allah

Aku berhasil…, Oooo…, berhasil-ku ini adalah anugerah dari Allah…!.

Aku gagal…, Oooo…, gagal-ku ini adalah atas perkenan Allah juga…!.

Aku punya…, Oooo…, punya-ku ini adalah anugerah dari Allah…!.

Karena sudah tidak ada lagi yang diaku, disombongkan, diangkuhkan, ia…, sang Nafs sudah tidak akan tersiksa maupun eforia lagi saat sakit maupun senang. Apanya yang akan disiksa wong sang Nafs sudah nggak mengaku punya apa-apa lagi.

Kalau kita sudah begini…, maka untuk bertindak, untuk beramal, untuk menjalankan fungsi kekhalifahan kita di muka bumi ini sudah enak dan ringan sekali. Kita tinggal bersandar saja kepada ALLAH, YANG PUNYA semua daya, semua tahu, semua bisa, semua punya tadi, untuk menerima daya, tahu, bisa, dan punya tadi yang akan kita pakai dalam kegiatan keseharian kita.

Akan tetapi….,begitu Sang Nafs yang sudah tenang itu tadi sombong dan mengaku-ngaku, maka seketika itu juga siksa yang muncul akan sangat besar dan pedih sekali.

Tidak ada komentar:


ShoutMix chat widget


.