Jumat, 22 Juli 2011

KITAB HIKAM Terpilih Bag 1

Engkau [masih lagi] bersama segala alam semesta selagi
engkau tiada menyaksikan Si Pencipta Segala Alam Semesta.
Apabila engkau sudah menyaksikanNya, segala alam semesta
adalah bersamamu (yakni engkau akan menyaksikan juga bahawa
sebenarnya salinan segala alam semesta berada di dalam dirimu).

Sesungguhnya, al-kaun (kosmos, yakni alam semesta) hanya
dapat meliputimu dari segi jasmanimu sahaja, dan tiadalah ia dapat
meliputimu dari segi thubÍt (penetapan-penetapan) kerohanianmu
(yakni hakikat kalbu insan itu sebenarnya adalah lebih luas daripada
alam semesta dan adalah ia meliputi isi seluruh alam semesta).

Orang yang berada di dalam al-kaun (kosmos, yakni alam
semesta) dan masih tiada terbuka kepadanya medan-medan [dari
alam] ghaib, [keadaannya] adalah terpenjara oleh segala yang
meliputinya (yakni oleh segala persekitarannya) dan dia adalah
terkurung di dalam kerangka zatnya (yakni tubuh badannya).

Dia (yakni AllÁh SubËÁnahu Wa Ta‘ÁlÁ) telah meletakkan
dirimu di alam pertengahan, di antara alam mulkiNya (yakni alam
nyata, yang dapat disaksikan oleh mata di kepala kita) dan alam
malakutNya (yakni alam ghaib, yang tidak dapat disaksikan oleh
mata di kepala kita), untuk memberitahu kepadamu tentang
kebesaran kadarmu (yakni tentang ketinggian darjatmu) di antara
segala makhlukNya, dan juga bahawa sesungguhnya, engkau
adalah sebuah permata, [yang mana] tersembunyi/terkandung di
dalam dirimu mutiara-mutiara segala ciptaanNya.

Barangsiapa yang mengisbatkan (menentukan atau menetapkan)
dirinya adalah seorang yang bertawaduk (yakni seorang yang
merendahkan diri), maka dia sebenarnya adalah seorang yang
membesarkan diri, kerana tiadalah perendahan diri itu melainkan
dari [sisi] peninggian diri (yakni tiadalah orang yang menganggap
dirinya sudah merendahkan diri melainkan orang yang melihat
dirinya adalah tinggi).
Maka apabila engkau mengisbatkan dirimu sudah bertawaduk,
engkau [pada hakikatnya] adalah seorang yang membesarkan diri.

Bukanlah orang yang bertawaduk itu orang yang apabila dia
merendahkan diri, melihat bahawa dia adalah di atas apa yang telah
dilakukannya (yakni menyangka yang dia sudah memiliki martabat
yang tinggi).
Tetapi, orang yang bertawaduk itu adalah orang yang apabila
dia merendahkan diri, melihat bahawa dia [sebenarnya] adalah di
bawah apa yang telah dilakukannya (yakni masih tiada layak untuk
dikatakan sudah merendahkan diri kerana banyak kekurangannya).

Kamis, 21 Juli 2011

Taubat

1. Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Saya mendengar dari
Rasulullah SAW, bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya saya
membaca istighfar dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuh
puluh kali setiap hari.” (HR. Bukhari)

2. Dari Al-Aghar bin Yasar Al-Muzanniy ra., ia berkata:
Rasulullah SAW, bersabda: “Wahai manusia, bertaubatlah
kalian kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya,
sesungguhnya saya bertaubat seratus kali setiap hari.” (HR.
Muslim)

3. Dari Abu Hamzah Anas bin Malik Al-Anshariy (pembantu
Rasulullah SAW) berkata: Rasulullah SAW, bersabda:
“Sesungguhnya Allah gembira menerima taubat hamba-Nya,
melebihi kegembiraan seseorang diantara kalian ketika
menemukan kembali untanya yang hilang di padang yang
luas.” (Muttafaqalaih)
Dalam riwayat Imam muslim disebutkan, beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah sangat gembira menerima taubat
hamba-Nya ketika bertaubat kepada-Nya, melebihi dari
kegembiraan seseorang yang berkendaraan di tengah padang
pasir tetapi hewan yang dikendarai lari meninggalkannya,
padahal di atas hewan itu terdapat makanan dan minuman,
kemudian dia berteduh di bawah pohon, dan membaringkan
badannya, sedang ia benar-benar putus asa untuk
menemukan kembali hewan yang dikendarainya. Ketika
bangkit, tiba-tiba ia menemukan kembali hewan yang
dikendarainya lengkap dengan bekal yang dibawanya, ia pun
segera memegang tali kekangnya, seraya berkata karena
sangat gembira: “Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku
adalah Tuhan-mu.” Ia keliru mengucapkan kalimat itu karena
luapan kegembiraannya.”

4. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ariy ra., dari Nabi
SAW, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu
membentangkan tangan-Nya (memberikan kesempatan) pada
waktu malam, untuk taubat orang yang berbuat dosa pada
waktu siang hari. Dan Allah membentangkan tangan-Nya
pada waktu siang, untuk taubat orang yang berbuat dosa di
malam hari, hingga matahari terbit dari barat.” (HR Muslim)

5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW, bersabda:
“Siapa saja bertaubat sebelum matahari terbit dari barat,
niscaya Allah menerima taubatnya.” (HR Muslim)

6. Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab ra.
Dari Nabi SAW, beliau bersabda : “ Sesungguhnya Allah Yang
Maha Agung akan menerima taubat seseorang sebelum
nyawa sampai di tenggorokan (sebelum sekarat).” ( H.R.
Tirmidzi )

7. Dari Zir bin Hubais, ia berkata : “Saya mendatangi Shafwan
bin `Assal ra. untuk menanyakan tentang mengusap ke dua
khuf, kemudian dia menanyaiku: “Wahai Zir, mengapa
engkau kemari?” . Saya menjawab : “Untuk mencari ilmu.” Ia
pun berkata : “Sesungguhnya malaikat membentangkan
sayapnya bagi orang yang mencari ilmu, karena senang
terhadap apa yang dicarinya.” Kemudian aku melanjutkan
pertanyaanku : “Wahai Shafwan saya masih belum jelas
tentang cara mengusap kedua sepatu sesudah berak dan
kencing sedangkan engkau adalah salah seorang sahabat Nabi
SAW, maka saya datang ke sini untuk bertanya kepadamu,
apakah engkau pernah mendengar beliau menjelaskan
masalah itu?” Ia menjawab : “Ya, beliau menyuruh kami bila
dalam perjalanan agar tidak melepas khuf selama tiga hari
tiga malam kecuali berjanabat6, tetapi kalau hanya berak,
kencing, atau tidur tidak perlu dilepas.” Saya bertanya lagi
:”Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah SAW,
menyebut tentang cinta?” Ia menjawab : “Betul, ketika kami
datang bepergian bersama Rasulullah SAW mendadak
seorang Badui memanggil Rasulullah SAW dengan suara
keras: Ya..Muhammad,” maka Rasulullah pun menjawab
menyerupai suaranya. Kemudian saya berkata kepada orang
Badui itu : “Rendahkanlah suaramu, karena engkau
berhadapan dengan Nabi SAW Dan kamu dilarang berkata
seperti itu.” Dan orang Badui itu berkata lagi: “Bagaimana
seseorang yang mencintai sekelompok orang, tetapi ia tidak
boleh berkumpul bersamanya?” Nabi SAW menjawab :
“Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya
di hari kiamat.” Beliau selalu bercerita kepada kami, sampai
akhirnya beliau menceritakan tentang sebuah pintu yang
berada di sebelah barat, pintu itu sebesar 40 atau 70 tahun
perjalanan.” Menurut Sufyan, salah seorang perawi dari
daerah Syiria berkata : “Allah Ta`ala menciptakan pintu itu
ketika Ia menciptakan langit dan bumi; pintu itu senantiasa
terbuka untuk menerima taubat dan tidak akan ditutup
sebelum matahari terbit dari arah barat. ( H.R Tirmidzi )
6.Apabila keluar air mani karena mimpi atau bersetubuh
dengan istrinya.

8. Dari Abu Sa`id Sa`ad bin Malik bin Sinan Al- Khudriy ra. Nabi
SAW bersabda : “Sebelum kalian, ada seorang laki-laki
membunuh 99 orang. Kemudian ia bertanya kepada penduduk
sekitar tentang seorang yang alim, maka ia ditunjukkan
kepada seorang rahib ( pendeta Bani Israil). Setelah
mendatanginya, ia menceritakan bahwa ia telah membunuh
99 orang, kemudian ia bertanya : “ Apakah ia bisa
bertaubat?”. Ternyata pendeta itu menjawab : “Tidak” Maka
pendeta itupun dibunuh sehingga genaplah jumlahnya
seratus. Kemudian ia bertanya lagi tentang seorang yang
paling alim di atas bumi ini. Ia ditunjukkan kepada seorang
laki-laki alim. Setelah menghadap ia bercerita bahwa dirinya
telah membunuh seratus jiwa, dan bertanya : “ Bisakah saya
bertaubat?” Orang alim itu menjawab: “Ya, siapakah yang
akan menghalangi orang bertaubat? Pergilah kamu ke kota ini
(menunjukkan ciri-ciri kota yang dimaksud) sebab di sana
terdapat orang-orang yang menyembah Allah Ta`ala.
Beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan jangan
kembali ke kotamu. Karena kotamu kota yang jelek!” Lelaki
itupun berangkat, ketika menempuh separuh perjalanan maut
menghampirinya. Kemudian timbullah perselisihan antara
malaikat Rahmat dengan malaikat Azab, siapakah yang lebih
berhak membawa rohnya. Malaikat Rahmat beralasan bahwa
: “Orang ini datang dalam keadaan bertaubat, lagi pula
menghadapkan hatinya kepada Allah.” Sedangkan malaikat
Azab (bertugas menyiksa hamba Allah yang berdosa)
beralasan: “Orang ini tidak pernah melakukan amal baik.”
Kemudian Allah SWT. mengutus malaikat yang menyerupai
manusia mendatangi keduanya untuk menyelesaikan masalah
itu dan berkata: “ Ukurlah jarak kota tempat ia meninggal
antara kota asal dan kota tujuan, Manakah lebih dekat, maka
itulah bagiannya.” Para malaiakat itu lalu mengukur, ternyata
mereka mendapati si pembunuh meninggal dekat kota tujuan,
maka malaikat Rahmatlah yang berhak membawa roh orang
tersebut.” ( H.R Bukhari dan Muslim ).
Pada riwayat lain di dalam kitab Ash-Shahih disebutkan : “Ia lebih
dekat sejengkal untuk menuju daerah tujuan, maka ia dimasukkan
dalam kelompok mereka.”
Dalam riwayat lain, di dalam kitab Ash-Shahih disebutkan :
“Kemudian Allah Ta`ala memerintahkan kepada daerah hitam itu
untuk menjauh dan memerintahkan kepada daerah yang baik itu
untuk mendekat kemudian menyuruh kedua malaikat itu
mengukurnya, akhirnya mereka mendapakan daerah yang baik itu
sejengkal lebih dekat sehingga ia diampuni.”
Di dalam riwayat lain disebutkan: “Allah mengarahkan hatinya
untuk menuju ke daerah yang baik itu”

9. Dari Abdullah bin Ka`ab bin Malik ra. ( beliau adalah seorang
panglima perang), dari anaknya, ia berkata : “Saya
mendengar Ka`ab bin Malik bercerita tentang tertinggalnya
(tidak bersama) Rasulullah SAW Dalam perang Tabuk, Ka`ab
bin Malik berkata : “ Saya selalu bersama Rasulullah SAW
Dalam setiap peperangan, kecuali dalam perang Tabuk.
Memang saya juga tidak bersama beliau dalam perang Badar,
tetapi tak seorang pun dicela, karena tidak ikut perang
tersebut. Sebab waktu itu Rasulullah SAW bersama kaum
muslimin keluar bertujuan menghadang rombongan Quraisy,
lalu tanpa terduga Allah mempertemukan mereka dengan
musuh. Sungguh aku mengikuti pertemuan bersama
Rasulullah SAW pada malam hari di dekat Jumrah Aqabah,
ketika kami berjanji memeluk Agama Islam. Saya tidak
merasa lebih senang seandainya saya bisa mengikuti perang
Badar, tetapi tidak mengikuti ba`iat di Jumrah Aqabah,
meskipun perang Badar lebih banyak disebut-sebut
keutamaanya di kalangan manusia daripada Ba`iat Jumrah
Aqabah. Adapun cerita tentang diriku tidak ikut perang Tabuk,
waktu itu saya sama sekali tidak merasa lebih kuat ataupun
lebih mudah (mencari perlengkapan perang), daripada ketika
aku tertinggal Rasulullah SAW daripada ketika aku tertinggal
dari perang Tabuk. Demi Allah sebelum perang Tabuk saya
tidak dapat mengumpulkan dua kendaraan sekaligus, tetapi
waktu perang Tabuk kalau mau saya bisa melakukannya.
Dikarenakan Rasulullah SAW berangkat ke Tabuk ketika hari
itu sangat panas, menghadapi perjalanan jauh dan sulit, serta
menghadapi musuh yang berjumlah besar, maka Rasulullah
merasa perlu membekali kaum muslimin akan kesulitankesulitan
yang mungkin dihadapi, agar kaum muslimin
membuat persiapan yang cukup. Rasulullah juga menjelaskan
tentang tujuan mereka.
Waktu itu, kaum muslimin yang ikut perang Tabuk bersama
Rasulullah SAW cukup banyak (sekitar 30.000 orang), tetapi
nama-nama mereka tidak tercatat dalam buku. Sedikit sekali
di antara mereka yang absen (bersembunyi dan tidak ikut
perang). Orang-orang yang absen itu mengira bahwa
Rasulullah SAW tidak mengetahuinya, selama wahyu Allah
Ta`ala tidak turun.
Rasulullah berangkat ke Tabuk ketika buah-buahan dan
tetumbuhan kelihatan bagus. Karena itu, hatiku lebih condong
ke sana (kepada buah-buahan dan tetumbuhan). Tatkala
Rasulullah dan kaum muslimin hendak berangkat
mempersiapkan segala sesuatunya, akupun bergegas keluar,
guna mempersiapkan diri bersama mereka. Namun saya
kembali tanpa menghasilkan apa-apa, padahal dalam hati aku
berkata: “Saya mampu mempersiapkannya jika bersungguhsungguh.“
Demikian itu berlangsung terus, dan saya selalu
menundanya untuk mempersiapkan perlengkapan perang,
sampai kesibukan kaum muslimin memuncak. Pada akhirnya,
di pagi hari Rasulullah SAW beserta kaum muslimin
berangkat, sementara saya belum mengadakan persiapan.
Lalu saya keluar (untuk mencari perlengkapan), tetapi saya
kembali dengan tangan kosong. Hingga kaum muslimin
bertambah jauh dan pertempuran semakin dekat. Kemudian
saya putuskan untuk menyusul kaum muslimin. Dengan
perasaan menyesal ia berkata: “Andai saja saya berbuat
demikian, namun takdir menentukan lain,”
Akhirnya, apabila saya keluar dan bergaul dengan masyarakat
sesudah berangkatnya Rasulullah SAW Hatiku resah dan saya
menganggap diri ini tidak lebih sebagai seorang munafiq, atau
lelaki yang diberi keringanan oleh Allah karena lemah (pada
saat itu, di Madinah yang tinggal hanyalah orang-orang yang
disebut munafiq dan orang-orang yang udzur karena amat
lemah, seperti orang yang tidak dapat berjalan, buta, sakit,
dan sebagainya). (Menurut keterangan teman-teman)
Rasulullah SAW tidak pernah menyebut-nyebut saya, hingga
sampai ke Tabuk. Sesampainya di Tabuk, barulah beliau
bertanya : “Apa sebenarnya yang dikerjakan oleh Ka`ab Bin
Malik?” Salah seorang dari Bani Salimah menjawab : “Ya
Rasulullah, dia terhalang oleh selendangnya dan sedang
memandang kedua pinggangnya (sedang bersenang-senang
memakai pakaiannya). “Tetapi Mu`adz bin Jabal
menghardiknya : “Betapa buruk perkataanmu, Demi Allah,
yang kami ketahui pada Ka`ab hanyalah kebaikan.”
Rasulullah SAW pun diam. Pada saat itulah melihat seorang
lelaki berpakaian putih sedang berjalan di kejauhan.
Rasulullah bersabda: “Mudah-mudahan itu adalah Abu
Khaitsamah.” Ternyata benar, orang itu adalah Abu
Khaitsamah Al-Anshariy. Dialah orang yang bersedekah
segantang kurma, ketika diolik-olok oleh orang munafiq.
Ka`ab meneruskan ceritanya: ”Tatkala saya mendengar,
bahwa Rasulullah berada dalam perjalanan pulang dari Tabuk,
maka kesusahan pun mulai menyelimuti saya. Saya mulai
mereka-reka, alasan apa yang bisa menyelamatkan saya dari
Rasulullah SAW Saya juga meminta bantuan keluargaku
mencari alasan dan jalan keluar yang sangat baik. Tetapi,
ketika mendengar bahwa Rasulullah SAW sudah dekat,
hilanglah segala macam kebohongan yang saya siapkan,
hingga saya yakin tidak ada alasan yang dapat
menyelamatkan dari Rasulullah SAW selamanya. Karena itu
saya mengatakan yang sebenarnya. Keesokan harinya,
Rasulullah SAW tiba. Biasanya, kalau beliau datang dari
bepergian, yang beliau tuju pertama kali adalah masjid.
Beliau mengerjakan shalat dua raka`at lalu duduk menunggu
kaum muslimin melaporkan sesuatu dan sebagainya.
Maka berdatanganlah orang-orang yang tidak ikut ke Tabuk,
menemui beliau. Mereka mengemukakan berbagai alasan
kepada Rasulullah SAW disertai dengan sumpah. Mereka yang
tidak ikut perang Tabuk ada delapan puluh orang lebih.
Rasulullah SAW Menerima mereka, beliau memperkenankan
memperbaharui bai`at dan memohonkan ampun bagi
mereka, sedangkan batin mereka, beliau serahkan kepada
Allah Ta`ala. Tibalah giliran saya menghadap. Ketika saya
mengucapkan salam beliau tersenyum sinis, kemudian
bersabda : “Kemarilah” Ka`ab berjalan mendekat dan duduk
di hadapan beliau. Lalu beliau mulai bertanya: “Apa yang
menyebabkan engkau tidak ikut berangkat? Bukankah engkau
telah membeli kendaraan?” Saya menjawab: “Ya, Rasulullah!
Demi Allah, andaikan saya duduk di hadapan orang selainmu,
saya yakin dapat bebas dari kemarahannya dengan
menggunakan berbagai alasan yang bisa diterima. Sungguh,
saya telah dikaruniai kepandaian berbicara. Namun, demi
Allah aku benar-benar yakin, seumpama hari ini saya berkata
bohong dan engkau menerimanya, pasti sebentar lagi Allah
Ta`ala menggerakan hatimu untuk marah kepada saya.
Sebaliknya, jika saya berkata benar yang membuatmu marah,
maka saya dapat mengharapkan penyelesaian yang baik dari
Allah. Demi Allah, aku tidak mempuyai udzur7.” Demi Allah,
diriku sama sekali tidak merasa kuat dan lebih mudah
daripada ketika aku tidak mengikutimu ke Perang Tabuk.
Sekarang ini, saya merasa cukup segalanya”
Rasulullah SAW, bersabda : Orang ini (Ka`ab bin Malik) telah
berkata benar. Berdirilah! Tunggulah keputusan Allah
terhadap dirimu. Akupun berdiri. Beberapa orang dari Bani
Salimah menghampiri saya. Mereka berkata kepada saya :
“Demi Allah, kami tidak pernah melihatmu melakukan dosa
sebelum ini. Engkau benar-benar tidak mampu
mengemukakan alasan kepada Rasulullah SAW seperti yang
dilakukan oleh orang-orang lain yang tidak ikut ke Tabuk.
Mestinya cukuplah bagimu, jika Rasulullah SAW memintakan
ampun untukmu.”
Ka`ab melanjutkan : “Demi Allah, orang-orang Bani Salimah
itu terus menerus menyalahkan diriku, sehingga ingin rasanya
saya kembali kepada Rasulullah SAW Untuk meralat
perkataanku. Tetapi kemudian aku bertanya kepada orangorang
Bani Salimah itu: “Adakah orang lain yang mengalami
seperti yang saya alami?” Mereka menjawab: “Ya, memang
ada. Ada dua orang yang mengatakan seperti apa yang
engkau katakan dan mereka mendapat jawaban sama seperti
jawaban yang engkau terima.” Saya bertanya :”Siapa
mereka?” Mereka menjawab:” Murarah bin Rabi`ah Al-Amiriy
dan Hilal bin Umayyah Al-Waqifiy.”
Dua orang lelaki shalih itu telah mengikuti perang Badar dan
dapat kuikuti karena akhlaknya. Sejak saat itu, Rasulullah
SAW melarang kaum muslimin berbicara dengan kami bertiga.
Sejak itu pula mereka telah mengubah sikap dan menjauhi
kami, sehingga bumi terasa asing bagiku, seolah-olah bumi
yang saya pijak ini bukanlah bumi yang sudah kukenal.
Keadaan seperti ini berlangsung selama lima puluh hari.
Dua orang temanku ( Murarah dan Hilal) menyembunyikan
diri dan diam di rumahnya masing-masing, sambil tiada hentihentinya
menangis mohon ampun kepada Allah karena tidak
ikut perang.
Di antara kami bertiga, akulah orang yang paling muda dan
paling kuat. Aku tetap keluar rumah untuk mengikuti salat
jama`ah bersama kaum muslimin, juga pergi ke pasar, tetapi
tak seorangpun mau diajak bicara. Saya pergi menghadap
Rasulullah SAW Untuk sekadar mengucapkan salam kepada
beliau di tempat duduk beliau sesudah salat. Tetapi hati ini
berkata: “Apakah Rasulullah SAW, akan menggerakan bibir
beliau untuk menjawab salam, ataukah tidak?” Kemudian
saya mengerjakan salat berdekatan dengan beliau, sesekali
aku melirik beliau. Apabila menghadap ke salat, beliau
memandangku, kalau menengok ke arah beliau, beliau
berpaling dari saya.
Hal ini terjadi berturut-turut sampai suatu hari saya berjalanjalan,
lalu melompati pagar pekarangan Abu Qatadah. Dia
adalah saudara sepupu dan orang yang paling kusayangi.
Kuucapkan salam kepadanya, demi Allah, bukankah engkau
tahu bahwa aku ini cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?” Abu
Qatadah diam saja. Sehingga kuulangi pertanyaanku, dia
tetap diam, sesudah saya ulangi pertanyaan saya sekali lagi,
barulah dia menjawab:”Allah dan Rasul-Nya lebih tahu!”
Seketika itu mengalirlah air mata saya dan saya pun pulang.
Pada suatu hari, ketika saya sedang berjalan-jalan di kota
Madinah, tiba-tiba ada seorang petani beragama Kristen dari
Syam yang datang ke Madinah untuk menjual bahan
makanan. Petani itu bertanya (kepada orang-orang yang
berada di pasar) :” Siapakah yang dapat menunjukkanku
kepada Ka`ab bin Malik?” orang-orang memberikan isyarak
ke arahku. Petani itu mendatangiku dan menyerahkan
sepucuk surat kepadaku, dari Raja Ghassan. Setelah saya
baca ternyata isinya sebagai berikut: ”Amma ba`du. Sungguh
kami mendengar bahwa temanmu (Nabi Muhammad SAW)
mendiamkanmu, sedangkan Allah sendiri tidak menjadikanmu
untuk tinggal di tempat hina dan tersia-sia. Karena itu
datanglah ke negeri kami. Kami pasti menolongmu.”
Saat membaca surat itu aku berpikir: ”Ini juga merupakan
cobaan.” Kemudian saya bakar surat itu di dapur. Selang
empat puluh hari, tiba-tiba seorang utusan Rasulullah SAW
Datang kepadaku dan berkata : “Rasulullah SAW
memerintahkanmu untuk menjauhi isterimu.” Ka`ab
bertanya: “Apakah saya harus menceraikannya atau
bagaimana?”
Utusan itu menjawab :”Tidak, tetapi hindarilah dia, jangan
dekat-dekat padanya!”
Rasulullah SAW juga mengirimkan utusan kepada kedua
orang temanku (Murarah dan Hilal), yang maksudnya sama
dengan yang kuterima. Saya berkata kepada isteriku:
”Pulanglah kepada keluargamu. Sementara menetaplah
engkau di sana, sampai keputusan Allah datang.
Suatu saat isteri Hilal bin Umayyah menghadap kepada
Rasulullah SAW Memohon kepada beliau :”Ya Rasulullah!
Suamiku, Hilal bin Umayyah, adalah seorang tua
sebatangkara dan tidak mempunyai pelayan, Apakah engkau
keberatan bila aku melayaninya?” Rasulullah SAW menjawab:
”Tidak, tetapi yang saya maksud jangan sampai dia dekatdekat
padamu.” Isteri Hilal pun berkata: ”Demi Allah, Hilal
sudah tidak lagi mempunyai keinginan sedikitpun(gairah)
terhadapku. Dan demi Allah, tak henti-hentinya dia menangis
sejak engkau melarang kaum muslimin berbicara dengannya,
sampai hari ini.”
Sebagian keluarga berkata kepada saya : “Hai Ka`ab! Kalau
saja engkau meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk
isterimu tentu itu lebih baik, sebagaimana isteri Hilal bin
Umayyah untuk melayani suaminya.” Saya menjawab: ”Saya
tidak akan meminta izin kepada Rasulullah SAW Saya tidak
tahu apa yang akan dikatakan Rasulullah SAW Apabila saya
meminta izin beliau, sedangkan saya seorang yang masih
muda.”
Saya lalui kehidupan tanpa isteri itu selama sepuluh hari
(menunggu keputusan Allah). Genaplah sudah bagi kami, lima
puluh hari sejak ada larangan berbicara dengan kami.
Kemudian pada hari ke lima puluh, di bagian atas rumahku
pada saat aku sedang duduk ketika shalat shubuh, Allah
menyebut-nyebut tentang kami. Di saat itu pula hatiku sangat
resah, bumi yang sedemikian luas seakan sempit bagiku.
Kemudian aku mendengar suara orang yang berteriak-teriak
naik ke atas Sal`i. “Hai Ka`ab bin Malik, bergembiralah !”
Serta merta aku menjatuhkan diri bersujud syukur dan aku
tahu. Bahwa saya dapat penyelesaian.
Rasulullah SAW memberi tahu kepada kaum muslimin, bahwa
Allah Yang Mahaagung dan Maha Tinggi telah menerima
taubat kami bertiga. Kabar itu disampaikan seusai beliau
mengerjakan shalat Subuh. Maka kaum muslimin
berdatangan mengucapkan selamat dan ikut bergembira, juga
kepada kedua orang teman (Murarah dan Hilal). Mereka ada
yang datang berkuda, ada lagi penduduk Aslam yang berjalan
kaku dan ada pula yang naik gunung berteriak mengucapkan
selamat, sehingga suaranya lebih cepat dari larinya kuda.
Ketika saya mendengar ucapan selamat dari orang pertama
dan datang kepada saya, seketika itu juga saya melepaskan
pakaian dan saya kenakan kepadanya. Padahal demi Allah
waktu itu saya tidak memiliki pakaian.
Setelah itu, saya meminjam pakaian dan berangkat untuk
menghadap Rasulullah SAW Sementara kaum muslimin
menyambutku, mengucapkan selamat atas diterimanya
taubatku. Mereka berkata kepada saya : “Selamat atas
pengampunan Allah kepadamu.”
Demikianlah, sepanjang jalan kaum muslimin memberikan
selamat. Sesampainya di masjid, ternyata Rasulullah SAW
Sedang duduk dikelilingi oleh para sahabat. Melihat
kedatanganku, sahabat Thalhah bin Ubaidillah segera berdiri
menyongsongku. Menjabat tangan saya dan memberi
selamat. Demi Allah! Tak seorangpun di antara para sahabat
Muhajirin yang berdiri, kecuali dia. Karena itulah Ka`ab tak
bisa melupakan kebaikannya.
Ka`ab meneruskan ceritanya.:”Tatkala saya mengucapkan
salam kepada Rasulullah SAW Beliau menyambut saya
dengan wajah berseri-seri dan berkata:”Bergembiralah!
Karena, hari ini merupakan hari paling baik bagimu, sejak
kamu dilahirkan ibumu.”Aku bertanya: “Wahai Rasulullah
apakah darimu sendiri ataukah dari sisi Allah?” Beliau SAW
Menjawab :”Dari Allah yang Mahaagung dan Maha Tinggi.”
Jika merasa senang, wajah Rasulullah SAW, bersinar terang,
seolah-olah merupakan potongan rembulan. Melalui
wajahnya, kami mengetahui bahwa Rasulullah SAW sedang
senang hatinya.
Ketika saya duduk menghadap beliau, aku berkata:”Ya
Rasulullah, sungguh, termasuk taubat saya (sebagai
pernyataan rasa syukurku), aku hendak menyerahkan harta
bendaku sebagai sedekah untuk (mendapakan ridha) Allah
dan Rasul-Nya.” Rasulullah SAW, bersabda: ”Simpanlah
sebagian harta bendamu (Jangan engkau serahkan
seluruhnya). Itu lebih baik. ”Kemudian saya menjawab: ”Saya
masih mempunyai tanah yang menjadi bagian saya hasil dari
rampasan perang di Khaibar.” Lebih lanjut saya berkata:”Ya
Rasulullah, sesungguhnya, Allah telah menyelamatkanku
karena kejujuran. Dan saya nyatakan, bahwa termasuk
taubatku (sebagai pernyataan rasa syukur kepada Allah).
Saya tidak akan berbicara selain yang benar, selama hidup
saya.” Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorangpun di
antara kaum muslimin yang diuji Allah Ta`ala untuk berkata
jujur, lebih baik dari saya semenjak berjanji kepada Rasululah
SAW Hingga kini, aku tidak pernah sengaja berbohong. Dan
saya berharap semoga Allah menjagaku dalam sisa hidupku.
Kemudian Allah menurunkan ayat surat At-taubah.:”
Sesungguhnya Allah telah benar-benar menerima taubat Nabi,
sahabat-sahabat Muhajirin dan Anshar yang mengikuti Nabi
(Berangkat ke Tabuk) dalam masa kesulitan (mencari
perlengkapan perang), sesudah hati segolongan dari para
sahabat tersebut hampir saja berpaling (saking berat dan
payahnya), kemudian Allah menerima taubat mereka,
Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
terhadap mereka. Dan juga terhadap tiga orang (Ka`ab, Hilal,
dan Murarah) yang ditangguhkan (keputusan penerimaan)
taubat mereka, sehingga manakala bumi telah menjadi
sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan merekapun
telah sempit pula dirasakan oleh mereka, serta mereka tahu
bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah melainkan
kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka,
agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah
Zat Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang. Hai orangorang
yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kalian berkumpul dengan orang-orang yang
benar.” Menurut Ka`ab, demi Allah! Belum pernah Allah
memberikan nikmat, sesudah Dia memberi saya petunjuk
memeluk islam yang melebihi kejujuran saya kepada
Rasulullah SAW Sebab, andaikata saya berbohong kepada
beliau, pastilah bencana menimpa saya (rusak agamaku),
sebagaimana orang-orang munafiq yang berdusta kepada
beliau. Sungguh, Allah berfirman untuk orang-orang yang
mendustai Rasulullah SAW dan mengecam betapa jelek orang
tersebut.
Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah, ayat 95
dan 96:”Orang-orang munafik itu akan bersumpah dengan
nama Allah kepada kalian, apabila kalian kembali kepada
mereka (di Madinah), agar kalian berpaling dari mereka (tidak
mencela mereka). Maka berpalinglah kalian dari mereka,
karena sesungguhnya mereka itu najis (hatinya) dan tempat
mereka adalah Jahannam (di Akhirat), sebagai balasan atas
apa yang mereka perbuat. Mereka akan bersumpah kepada
kalian, supaya kalian ridha terhadap mereka. Tetapi, jika
sekiranya kalian ridha terhadap mereka, maka ketahuilah
sesungguhnya Allah ridha terhadap orang-orang yang fasik.”
Lebih lanjut Ka`ab berkata: ”Urusan kami bertiga ditunda dari
urusan orang-orang munafiq, ketika mereka bersumpah
kepada Rasulullah SAW lalu beliau menerima bai`at mereka
dan meminta ampun kepada Allah. Tetapi masalah kami
ditunda Rasulullah SAW Sampai Allah memutuskan menerima
taubat kami.
Sebagaimana firman Allah Ta`ala :”Dan terhadap tiga orang
yang ditangguhkan taubatnya.”
Firman Allah tersebut menurut Ka`ab, bukan berarti kami
bertiga ketinggalan dari perang Tabuk, tetapi mempunyai arti
bahwa persoalan kami bertiga diundur dari orang munafiq
yang bersumpah kepada Rasulullah SAW Dan menyampaikan
bermacam-macam alasan yang kemudian diterima oleh
Rasulullah SAW”
( H.R Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain : “ Nabi SAW Pada waktu perang Tabuk keluar
pada hari kamis; dan memang sudah menjadi kesukaan beliau
untuk bepergian pada hari kamis”
Dalam salah satu riwayat disebutkan :”Biasanya beliau kalau datang
dari bepergian pada waktu pagi, dan bila datang biasanya langsung
ke masjid dan salat dua rakaat kemudian duduk di dalamnya.”

10. Dari Abu Nujaki Imran bin Al-Husain Al-Khuza`iy ra., ia
berkata :”Ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada
Rasulullah SAW, sedangkan ia sedang hamil karena berzina
dan berkata:”Ya Rasulullah, saya telah melakukan kesalahan,
dan saya harus di had(hukum), maka laksanakanlah had itu
pada diri saya. ”Kemudian Nabi SAW memanggil walinya9
seraya bersabda: “perlakukanlah baik-baik wanita ini, apabila
sudah melahirkan, bawalah kemari.”Maka dilaksanakan
perintah itu oleh walinya. Kemudian setelah wanita itu
melahirkan, dibawalah ke hadapan Rasulullah SAW Dan
memerintahkan untuk wanita, maka diikatkanlah pakaiannya
untuk dirajam.
Setelah ia mati, maka Rasulullah SAW menyalatkannya.
Namun Umar berkata kepada beliau: ”Ya Rasulullah, mengapa
engkau menyalatkan wanita itu, padahal ia telah berzina.”
Beliau menjawab : “Wanita itu benar-benar bertaubat, dan
seandainya taubatnya dibagi pada tujuh puluh penduduk
Madinah, niscaya masih cukup. Pernahkah kamu
mendapatkan orang yang lebih utama daripada seseorang
yang telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Tang
Maha Mulia lagi Maha Agung?” ( H.R Muslim)
9 Orang yang bertanggung jawab terhadap dia, di antaranya
orang tua, saudara laki-laki, pamannya atau kerabat dekat yang
lain.

11. Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik ra., Rasulullah SAW
bersabda : ”Seandainya seorang mempunyai satu lembah dari
emas, niscaya ia ingin mempunyai dua lembah, dan tidak
akan merasa puas kecuali tanah sudah memenuhi mulutnya10.
Dan Allah senantiasa menerima taubat orang yang
bertaubat.” ( H.R Bukhari dan Muslim)
10 Tidak akan puas untuk mengumpulkan harta , sebelum ia
meninggal dunia.

12. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah SAW Bersabda: ”Allah
gembira manakala ada dua orang yang saling membunuh dan
keduanya masuk surga. Pertama, seseorang yang mati
berjuang di jalan Allah. Yang kedua, orang yang membunuh
itu bertaubat kepada Allah, kemudian masuk Islam dan
terbunuh di Jalan Allah (mati syahid)”.
(H.R Bukhari dan Muslim)’

Ikhlas dan Niat dalam Segala Perilaku Kehidupan

1. Dari Amiril Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khathab bin Naufal
bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin
Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al-Qurasyiy Al-Adawiy ra.,
ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap amal disertai dengan niat. Setiap amal seseorang
tergantung dengan apa yang diniatkannya. Karena itu, siapa
saja yang hijrahnya (dari Mekkah ke Madinah) karena Allah
dan Rasul-Nya. (mekakukam hijrah demi mengagungkan dan
melaksanakan perintah Allah dan utusan-Nya), maka
hijrahnya tertuju kepada Allah dan Rasul-Nya (diterima dan
diridhai Allah). Tetapi siapa saja yang melakukan hijrah demi
kepentingan dunia yang akan diperolehnya, atau karena
perempuan yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sebatas
kepada sesuatu yang menjadi tujuannya (tidak diterima oleh
Allah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah Aisyah ra. ia berkata:
Rasulullah SAW Bersabda: “Ada sekelompok pasukan yang
akan menyerang Ka’bah, namun ketika mereka sampai di
tanah lapang, maka mereka dibinasakan dari muka sampai
yang paling belakang. Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah,
bagaimana mereka dibinasakan dari depan sampai yang
paling belakang, padahal di antara mereka ada orang yang
berbelanja serta ada pula orang yang bukan dari golongan
mereka?” Beliau menjawab: “Mereka dibinasakan dari depan
sampai yang paling akhir, kemudian mereka akan
dibangkitkan sesuai dengan niatnya masing-masing.” (HR.
Bukhari dan Muslim)

3. Dari Aisyah ra. Ia berkata: Nabi SAW bersabda: “Tidak ada
hijrah lagi setelah dibukanya kota Makkah, tetapi yang ada
adalah jihad (berjuang di jalan Allah) dan niat untuk selalu
berbuat baik. Oleh karena itu, jika kalian dipanggil untuk
berjuang, maka berangkatlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshariy ra. Ia berkata:
Kami bersama Nabi SAW dalam salah satu peperangan,
kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya di Madinah ada
beberapa orang, apabila kalian menempuh perjalanan atau
menyeberangi lembah, mereka senantiasa mengikuti,
sedangkan yang mengahalangi mereka hanyalah sakit.”
Dalam salah satu riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda:
“Melainkan mereka selalu menyertai kalian di dalam mencari
pahala.” (HR. Muslim)

5. Dari Anas ra., ia berkata: Kami bersama-sama dengan Nabi
SAW kembali dari peperangan Tabuk, kemudian beliau
menjelaskan: “Sesungguhnya masih ada beberapa kaum atau
orang yang kami tinggalkan di Madinah, mereka senantiasa
menyertai kita, baik sewaktu keluar masuk pedusunan
maupun sewaktu menyeberangi lembah, yang menghalangi
mereka hanya uzur.” (HR. Bukhari)

6. Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Al-Akhnas ra. Ia berkata:
“Ayahku Yazid biasa mengeluarkan beberapa dinar untuk
disedekahkan, dan dipercayakan kepada seseorang di masjid
untuk membaginya. Kemudian aku pergi ke masjid untuk
meminta dinar itu, dan menunjukkan kepada ayahku, lalu
ayahku berkata: “Demi Allah, dinar itu tidak aku sediakan
untukmu.” Peristiwa itu kemudian aku sampaikan kepada
Rasulullah SAW, maka beliau bersabda: “Bagimu apa yang
kamu niatkan hai Yazid, dan bagimu apa yang kamu ambil hai
Ma’an.” (HR. Bukhari)

7. Dari Abu Ishaq Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin
Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin
Lu’ay Al-Qurasyiy Az-Zuhriy ra. (beliau salah seorang dari
sepuluh orang yang dijamin masuk surga), ia berkata:
“Rasulullah SAW menjenguk saya ketika haji Wada’, karena
sakit keras, kemudian saya berkata: “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya sakit saya sangat keras sebagaimana engkau
lihat, sedangkan saya mempunyai harta yang cukup banyak
dan yang mewarisi hanyalah seorang anak perempuan.
Bolehkah saya sedekahkan dua pertiga dari harta saya itu?”
Beliau menjawab: “Tidak boleh.” Saya bertanya lagi:
“Bagaimana kalau separuhnya?” Beliau menjawab: “Tidak
boleh.” Saya bertanya lagi: “Bagaimana kalau sepertiganya?”
Beliau menjawab: “Sepertiga itu banyak dan cukup besar.
Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu kaya, itu
lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam
keadaan miskin, sehingga mereka terpaksa meminta-minta
kepada sesama manusia. Sesungguhnya apa yang kamu
nafkahkan dengan maksud untuk mencari ridha Allah pasti
kamu diberi pahala, termasuk apa yang dimakan oleh
istrimu.” Kemudian saya bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah
saya akan segera berpisah dengan kawan-kawanku?” Beliau
menjawab: “Sesungguhnya kamu belum akan bepisah. Kamu
masih akan menambah amal yang kamu niatkan untuk
mencari ridha Allah, sehingga akan bertambah derajat dan
keluhuranmu. Dan barangkali kamu akan segera meninggal
setelah sebagian orang dapat mengambil manfaat darimu,
sedangkan yang lain merasa dirugikan olehmu. Seraya
berdoa, Abu Ishaq berkata: “Ya Allah, mudah-mudahan
sahabat-sahabatku dapat melanjutkan hijrah mereka dan
janganlah engkau mengembalikan mereka ke tempat yang
mereka tinggalkan, tetapi kasihan Sa’ad bin Kaulah yang
selalu disayangkan oleh Rasulullah karena ia mati di Makkah.”
(HR. Bukhari dan Muslim) )

8. Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr ra., ia berkata
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak
memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa
kalian, tetapi Dia memandang kepada hati kalian.” (HR.
Muslim)

9. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ariy ra., ia berkata:
“Rasulullah SAW pernah ditanya, manakah yang termasuk
berperang di jalan Allah? Apakah berperang karena
keberanian, kesukuan, ataukah berperang karena ria’?
Rasulullah SAW menjawab: “Siapa saja yang berperang agar
kalimat Allah terangkat, maka itulah perang di jalan Allah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

10. Dari Abu Bakrah Nufa’i bin Harits Ats-Tsaqafiy ra., ia
berkata: Nabi SAW bersabda: “Apabila ada dua orang Islam
yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang
membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada dalam
neraka.” Saya bertanya: “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang
membunuh masuk neraka, tetapi mengapa yang terbunuh
juga masuk neraka?” Beliau menjawab: “Karena ia sangat
berambisi untuk membunuh kawannya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)

11. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah SAW
bersabda: “Shalat seseorang dengan berjamaah, lebih banyak
pahalanya daripada shalat sendirian di pasar atau di
rumahnya, selisih dua puluh derajat. Karena seseorang yang
telah menyempurnakan wudhunya, kemudian pergi ke masjid
dan hanya bertujuan untuk shalat, maka setiap langkah
diangkatlah satu derajat dan diampuni satu dosa, sampai ia
masuk masjid. Apabila ia berada dalam masjid ia dianggap
mengerjakan shalat selama menunggu dilaksanakannya. Para
malaikat mendoakan: “Ya Allah, kasihanilah dia, ampunilah
dosa-dosanya, terimalah taubatnya selama tidak berbuat
gaduh dan berhadats.” (HR. Bukhari dan Muslim)

12. Dari Abil Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib
ra., ia berkata: Rasulullah SAW menjelaskan apa yang
diterima dari Tuhannya, yaitu: “Sesungguhnya Allah SWT.,
sudah mencatat semua perbuatan baik dan buruk, kemudian
Allah menerangkannya kepada para malaikat, mana
perbuatan yang baik dan mana pula perbuatan buruk yang
harus dicatat. Oleh karena itu, siapa saja bermaksud
melakukan perbuatan baik, lalu tidak mengerjakannya, maka
Allah mencatat maksud baik itu sebagai satu amal baik yang
sempurna. Jika orang itu bermaksud melakukan kebaikan,
lalu mengerjakannya, maka Allah mencatat disisi-Nya sebagai
sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, dan dilipat
gandakannya lagi. Siapa saja yang bermaksud melakukan
keburukan, lalu tidak jadi melakukannya, maka Allah
mencatatnya sebagai satu amal baik yang sempurna. Apabila
ia bermaksud melakukan keburukan kemudian
mengerjakannya, maka Allah mencatatnya sebagai satu
kejelekan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

13. Dari Abu Abdirrahman bin Abdullah bin Umar bin
Khaththab ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW,
bercerita: “Sebelum kalian, ada tiga orang sedang berjalanjalan,
kemudian mereka menemukan sebuah gua yang dapat
digunakan untuk berteduh dan mereka pun masuk, tiba-tiba
ada batu yang besar dari atas bukit menggelinding dan
menutupi pintu gua, sehingga mereka tidak dapat keluar.
Salah seorang diantara mereka berkata “Sungguh tidak ada
yang dapat menyelamatkan kalian dari bahaya ini, kecuali bila
kalian berdoa kepada Allah SWT., dengan menyebutkan amalamal
shalih yang pernah kalian perbuat.” Kemudian salah
seorang diantara mereka berdoa: “Ya Allah, Saya mempunyai
orang tua yang sudah renta. Kebiasaanku, mendahulukan
mereka minum susu sebelum saya berikan kepada anak isteri
dan budakku. Suatu hari, saya terlambat pulang karena
mencari kayu namun keduanya sudah tidur, aku enggan
untuk membangunkannya, tetapi saya terus memerah susu
untuk persedian minum keduanya. Walaupun demikian saya
tidak memberikan susu itu kepada keluarga maupun kepada
budakku sebelum keduanya minum. Dan saya menunggunya
hingga terbit fajar. Ketika keduanya bangun, kuberikan susu
itu untuk diminum, padahal semalam anakku menangis
terisak-isak minta susu sambil memegangi kakiku. Ya Allah,
jika berbuat itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka
geserkanlah batu yang menutupi gua ini.” Kemudian
bergeserlah sedikit batu itu, tetapi mereka belum bisa keluar
dari gua itu. Orang kedua pun melanjutkan doanya: “Ya Allah,
sesungguhnya saya mempuyai saudara sepupu yang sangat
saya cintai.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Saya sangat
mencintainya sebagaimana orang laki-laki mencintai orang
perempuan, saya selalu ingin berbuat zina dengannya, tetapi
ia selalu menolaknya. Beberapa tahun kemudian, ia tertimpa
kesulitan. Ia pun datang untuk meminta bantuanku, dan saya
berikan kepadanya seratus dua puluh dinar dengan syarat
menyerahkan dirinya kapan saja saya menginginkan.” Pada
riwayat yang lain: “Ketika saya berada diantara kedua
kakinya, ia berkata: “Takutlah kamu kepada Allah. Janganlah
kamu sobek selaput darahku kecuali dengan jalan yang
benar.” Mendengar yang demikian saya meninggalkannya dan
merelakan emas yang aku berikan, padahal dia orang yang
sangat saya cintai. Ya Allah, jika perbuatan itu karena
mengharapkan ridha-Mu, maka geserkanlah batu yang
menutupi gua ini.” Kemudian bergeserlah batu itu, tetapi
mereka belum bisa keluar dari gua itu. Orang yang ketiga
melanjutkan doanya: “Ya Allah, saya mempekerjakan
beberapa karyawan dan digaji dengan sempurna, kecuali ada
seorang yang meninggalkan saya dan tidak mau mengambil
gajinya terlebih dahulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan
kemudian menjadi banyak. Selang beberapa tahun, dia
datang dan berkata: “Wahai hamba Allah, berikanlah gajiku!”
Saya berkata: “Semua yang kamu lihat baik unta, sapi,
kambing, maupun budak yang menggembalakannya, semua
adalah gajimu.” Ia berkata: “Wahai hamba Allah, janganlah
engkau mempermainkan aku!” Saya menjawab: “Saya tidak
mempermainkanmu.” Kemudian dia mengambil semuanya itu
dan tidak meninggalkannya sedikitpun. Ya Allah, jika
perbuatan itu karena mengharapkan ridha-Mu, maka
singkirkanlah batu yang menutupi pintu gua ini.” Kemudian
bergeserlah batu itu dan mereka pun bisa keluar dari dalam
gua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

DZIKIR

Al Ghazali berkata :

“Ketahuilah bahwa orang - orang yang memandang dengan cahaya
bashirah mengetahui bahwa tidak ada keselamatan kecuali dalam
pertemuan dengan Allah ta’ala, dan tidak ada jalan untuk bertemu Allah
keduali dengan kematian hamba dalam keadaan mencintai Allah dan
mengenal Allah. Sesungguhnya cinta dan keakraban tidak akan tercapai
kecuali dengan selalu mengingat yang dicintai. Sesungguhnya pengenalan
kepada-Nya tidak akan tercapai kecuali dengan senantiasa berfikir tentang
berbagai penciptaan, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanNya. Di alam
wujud ini yang ada hanyalah Allah dan perbuatan-perbuatanNya.
Sementara itu, tidak akan bisa senantiasa dzikir dan fikir kecuali dengan
berpisah dari dunia berikut syahwat-syahwatnya dan mencukupkan diri
dengannya sesuai keperluan. Tetapi itu semua tidak akan tercapai kecuali
dengan mengoptimalkan waktu-waktu malam dan siang dalam tugas-tugas
dzikir dan fikir.

Karena tabiat nafsu mudah jemu dan pesimis maka ia tidak bisa bertahan
lama dalam satu “seni” aktivitas yang dapat membantu melakukan dzikir
dan fikir, sehingga manusia dituntut agar memberikan “kesegaran” dengan
berganti-ganti dari satu “seni” ke “seni” yang lain, dari satu bentuk ke
bentuk yang lain, sesuai dengan setiap waktu agar dengan pergantian
tersebut dapat merasakan kelezatannya dan dengan kelazatan itu bisa
mempertahankan semangat dan kelangsungannya. Oleh sebab itu, wirid wirid
dibagi kepada beberapa bagian yang beraneka ragam. Jadi, fikir dan
dzikir harus meliputi semua waktu atau sebagian besarnya, karena tabiat
jiwa cenderung kepada kesenangan dunia.
Jika seorang hamba mengalokasikan separuh waktunya untuk mengatur
urusan dunia dan syahwatnya yang dibolehkan misalnya sedangkan
separuh lainnya untuk berbagai ibadah, niscaya kecenderungan kepada
dunia akan lebih berat karena hal ini sesuai dengan tabiatnya.

Dalam pertarungan antar kedua kecenderungan itu, tabiat berpihak kepada
kecenderungan dunia, karena zhair dan batin manusia saling membantu
pada perkara-perkara dunia sehingga hati menjadi terarahkan untuk
mencarinya. Sedangkan kembali kepada ibadah merupakan hal yang berat
dan hati tidak dapat berkonsentrasi penuh kepadanya kecuali pada waktuwaktu
tertentu. Karena itu, barangsiapa yang ingin masuk sorga tanpa hisab
maka hendaklah ia mengoptimalkan waktunya untuk keta’atan. Dan
barangsiapa ingin daun timbangan kebaikan dan kebajikannya lebih berat
maka hendaklah ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk
keta’atan.


Jika ia mencampuraduk amal shalih dengan amal keburukan maka ia berada
dalam bahaya, tetapi harapan tak pernah terputus dan ampunan dari
kedermawanan Allah senantiasa dinantikan ; semoga Allah berkenan
mengampuninya dengan kedermawanan-Nya. Itulah yang dapat terungkap
oleh orang-orang yang memandang ( kehidupan dan permasalahan )
dengan cahaya bashirah. Jika Anda tidak termasuk diantara mereka maka
perhatikanlah khithab Allah kepada Rasul-Nya dan seraplah dengan cahaya
iman. Allah berfirman kepada hamba-hambaNya yang paling dekat dan
paling tinggi derajatnya di sisi-Nya :

”Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang
(banyak).Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan
penuh ketekunan.” ( Al Muzzammil : 7-8)
Ì
”Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada
sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-
Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” ( Al Insan : 25 – 26)

”Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan
bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan
sebelum terbenam(nya). Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari
dan Setiap selesai sembahyang.” (Qaaf : 39-40)

”Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, Maka
Sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bangun berdiri. Dan bertasbihlah
kepada-Nya pada beberapa saat di malam hari dan di waktu terbenam
bintang-bintang (di waktu fajar)”. ( At thur : 48-49)

”Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk)
dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (Al Muzzammil : 6)


”Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan
pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” ( Thaha :
130 )

”Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatanDzikir
perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Hud : 114)

Kemudian perhatikanlah bagaimana dan dengan apa Allah menyebutkan
sifat-sifat para hamba-Nya yang sukses :

“(Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orangorang
yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran.” (Az Zumar :9)

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya[1193] dan mereka selalu
berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka
menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan.” (As Sajadah : 16)

”Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk
Tuhan mereka.” (Al Furqan : 64)

”Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.Dan selalu
memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (Adz Dzariyat : 17-18)

”Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan
waktu kamu berada di waktu subuh. (Ar Rum : 17)

”Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di
pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya.” (Al
An’am : 52)

Itu semua menjelaskan kepada Anda bahwa jalan kepada Allah ialah
dengan mengatur waktu dan menyermarakkanya dengan wirid-wirid secara
ajeg. Oleh sebab itu Rasulullah saw bersabda : ”Hamba yang paling dicintai
Allah ialah orang-orang menjaga matahari, bulan dan bayang-bayang untuk
mengingat Allah” (Diriwayatkan oleh Thabrani dan al Hakim, ia brkata :
shahih sanadnya).
Allah berfirman :

”Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (Ar Rahman : 5)

”Apakah kamu tidak memperhatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagaimana
Dia memanjangkan (dan memendekkan) bayang-bayang dan kalau Dia
menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian
Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu, kemudian
Kami menarik bayang-bayang itu kepada kami dengan tarikan yang
perlahan-lahan.” (Al Furqan : 45-46)

”Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah
Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk
tandan yang tua” (Yasin : 39)

”Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu
menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami)
kepada orang-orang yang mengetahui.” (Al An’am : 97)

Janganlah anda mengira bahwa tujuan dari peredaran matahari dan bulan
dengan perhitungan yang cermat dan teratur, serta penciptaan bayangbayang,
cahaya dan bintang-bintang itu, hanya untuk membantu urusan
dunia saja, tetapi juga untuk mengetahui ukuran-ukuran waktu penunaian
berbagai ketaatan dan perniagaan akhirat, sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah :

”Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang
yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
(Al Furqan : 62)

Yakni keduanya saling silih berganti untuk menyusuli ketinggalan yang ada
pada yang lain, dan dijelaskan bahwa hal ini adalah dzikir dan syukur. Allah
berfirman :

”Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan
tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari
kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun
dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”
(Al Isra’ : 12)

Karunia yang diharapkan itu adalah pahala dan ampunan. Semoga Allah
memberikan taufiq kepada apa yang diridhai-Nya.
Sa’id Hawwa berkata : orang yang menhendaki akhirat harus membuat
program rutin untuk dirinya berupa bacaan istighfar, tahlil, shalawat atas
Rasulullah saw dan dzikir-dzikir ma’tsur lainnya, sebagaimana ia harus
membiasakan lisannya untuk dzikir terus menerus seperti tasbih,istighfar,
tahlil, takbir, atau hauqalah (laa haula walaa quwwata illaa billah), untuk
menambah program rutin tersebut dengan berbagai shalat, ibadah dan
amalan-amalan yang telah kami paparkan. Kesucian dan ketinggian jiwanya
akan sangat ditentukan oleh sejauh mana ia telah melaksanakan saranasarana
tazkiyah, baik ia merasakannya ataupun tidak.

Dikutip dari : Buku ”Mensucikan Jiwa Intisari Ihya’ Ulumuddin Al Ghazali”
oleh Said Hawwa
---------------------

Sepucuk Surat Buat Saudara ku

Saudaraku,

Janganlah engkau putus asa, kerana putus asa bukanlah akhlak seorang muslim.
Ketahuilah bahwa ke-nyataan hari ini adalah mimpi hari kemarin, dan impian hari inj
adalah kenyataan di hari esok. Waktu masih panjang dan hasrat akan terwujudnya
kedamaian masih tertanam dalam jiwa masyarakat kita, meski fenomena-fenomena
kerusakan dan kemaksiatan menghantui mereka. Yang lemah tidak akan lemah
sepanjang hidup-nya dan yang kuat tidak akan selamanya kuat.
Allah swt. berfirman,

"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi
(Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orangorang
yang mewarisi (bumi), dan akan Kami ivguhkan kedudukan mereka di muka
bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman serta tentaranya apa yang
selalu mereka khawatirkan dan mereka itu," (Al-Qashash: 5-6)

Putaran waktu akan memperhhatkan kepada kita peristiwa-peristiwa yang
mengejutkan dan memberikan peluang kepada kita untuk berbuat. Dunia akan melihat
bahwa dakwah kita adalah hidayah, kemenangan, dan kedamaian, yang dapat
menyembuhkan umat dari rasa sakit yang tengah dideritanya. Setelah itu tibalah
giliran kita untuk memimpin dunia, kerana bumi tetap akan berputar dan kejayaan
itu akan kembab kepada kita. Hanya Allah-lah harapan kita satu-satunya.
Bersiap dan berbuatlah, jangan menunggu datangnya esok hari, kerana bisa jadi
engkau tidak bisa berbuat apa-apa di esok hari.
Kita memang harus menunggu putaran waktu itu, tetapi kita tidak boleh berhenti.
Kita harus terus berbuat dan terus melangkah, kerana kita memang tidak mengenal
kata "berhenti" dalam berjihad.
Allah swt. berfirman,

"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, sungguh
akan.Kami tunjukkan jalan-jalan Kami." (Al-Ankabut: 69)

Hanya Allah-lah dzat yang Mahaagung, bagi-Nya segala puji.

Sabtu, 16 Juli 2011

CINTA HAQIQI

Pernahkah hatimu merasakan kekuatan mencintai
Kamu tersenyum meski hatimu terluka karena yakin ia milikmu,
Kamu menangis kala bahagia bersama karena yakin ia cintamu
Cinta melukis bahagia, sedih, sakit hati, cemburu, berduka
Dan hatimu tetap diwarnai mencintai, itulah dalamnya cinta

Pernahkah cinta memerahkan hati membutakan mata
Kepekatannya menutup mata hatimu memabukkanmu sesaat di nirwana
Dan kau tak bisa beralih dipeluk merdunya nyanyian bahagia semu
Padahal sesungguhnya hanya kehampaan yang mengisi sisi gelap hatimu
Itulah cinta karena manusia yang dibutakan nafsunya

Cinta adalah pesan agung Allah pada umat manusia
DitulisNya ketika mencipta makhluk-makhlukNYA di atas Arsy
Cinta dengan ketulusan hati mengalahkan amarah
Menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasulnya
Dan saat pena cinta Allah mewarnai melukis hatimu,
satu jam bersama serasa satu menit saja

Ketika engkau memiliki cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Illahi
Membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan RasulNya
Namun saat cinta di hatimu dikendalikan dorongan nafsu manusia
Alirannya memekatkan darahmu membutakan mata hati dari kebenaran

Saat kamu merasakan agungnya cinta yang diajarkan Allah
Kekasih menjadi pembuktian pengabdian cinta tulusmu
Memelukmu dalam ibadah menuju samudra kekal kehidupan tanpa batas
Menjadi media amaliyah dan ketundukan tulus pengabdian kepada Allah
Itulah cinta yang melukis hati mewarnai kebahagiaan hakiki

Agungnya kepatuhan cinta Allah bisa ditemukan dikehidupan alam semesta
Seperti thawafnya gugusan bintang, bulan, bumi dan matahari pada sumbunya
Tak sedetikpun bergeser dari porosnya, keharmonisan berujung pada keabadian
Keharmonisan pada keabadian melalui kekasih yang mencintai
Karena Allah adalah kekasih Zat yang abadi

Cintailah kekasihmu setulusnya maka Allah akan mencintaimu
Karena Allah mengajarkan cinta tulus dan agung
Cinta yang mengalahkan Amarah menebarkan keharmonisan
Seperti ikhlas dan tulusnya cinta Rasul mengabdi pada Illahi
Itulah cinta tertinggi menuju kebahagiaan hakiki

Doa Dari Jiwa Yang Hening

Yaa Rabb, Masihkah ada dongeng sebelum tidur panjangku...yang hendak KAU ceritakan lagi ? tentang kegetiran, kepahitan, derita dan duka tuk mengisi sisa nafasku ini....SKENARIO mu begitu indah dan SEMPURNA hingga tak sempat lagi ku eja PROLOG dan DIALOG ku padamu..."

ShoutMix chat widget


.